Â
Tanggal 29 Mei merupakan hari yang cukup unik karena ternyata banyak peristiwa yang diperingati pada tanggal tersebut. Seperti yang dilansil dari Tribunnews.com, ada beberapa peristiwa penting yang peringatannya dirayakan pada tanggal 29 Mei, antara lain Hari Penjepit Kertas, Hari Pengomposan, dan hari Lansia Nasional.Â
Dari laman Dinas Perhubungan Kutai Kartanegara yang memuat daftar hari-hari besar nasional dan internasional, ditemukan bahwa tanggal 29 Mei juga merupakan Hari Keluarga.Â
Sementara itu, secara khusus tanggal 29 Mei 2022 bertepatan dengan Hari Komunikasi Sosial Sedunia. Kedua peringatan yang disebutkan terakhir, menjadi fokus perhatian penulis dalam ulasan ini.
BEM.Undip.post mencatat bahwa Hari Keluarga diprakarsai oleh BKKBN pada tanggal 29 Mei 1993 di Lampung. Sejak saat itu, setiap tahunnya pada tanggal 29 Mei selalu di peringati sebagai Hari Keluarga.Â
Sedangkan Hari Komunikasi Sosial Sedunia ditetapkan oleh Paus Paulus VI, pada tahun 1967. Berbeda dengan Hari Keluarga yang dirayakan setiap tanggal 29 Mei, Hari Komunikasi Sosial Sedunia dirayakan pada setiap Minggu Paskah ke-7, yang kebetulan tahun 2022 ini jatuh pada tanggal 29 Mei. Tema Hari Komunikasi Sosial Sedunia yang diusung pada tahun ini adalah "Mendengarkan dengan Telinga Hati".Â
Menarik bahwa pada tahun 2022 ini peringatan Hari Keluarga dan Hari Komunikasi Sosial sedunia, diperingati pada hari yang sama.
Keunikan dari kedua peringatan ini bagi saya bukan terletak pada barengnya perayaan tersebut, melainkan pesan dan makna dari kedua momen ini bisa memiliki hubungan yang sangat erat antara satu dengan yang lainnya.Â
Pada peringatan hari Komunikasi Sosia Sedunia yang ke-56 ini, Paus Fransiskus sebagai pemimpin tertinggi umat Katolik, memberikan beberapa hal penting. Sekalipun pesan ini disampaikan oleh seorang pemimpin agama Katolik, namun pesannya bersifat universal.Â
Pesan Paus Fransiskus yang ditulis pada tanggal 24 Januari 2022 ini diawali dengan keprihatinannya dengan dunia saat ini di mana kita sedang kehilangan kemampuan untuk mendengarkan orang-orang di sekitar kita, baik itu dalam hubungan yang biasa dalam hidup sehari-hari, maupun ketika memperdebatkan isu-isu terpenting dalam hidup bermasyarakat.
Dalam hubungan dengan seruan akan pentingnya mendengarkan dalam hidup bersama, bertepatan dengan hari keluarga ini, saya ingin menghantar kita semua untuk merenungkan hal ini dalam kaitan dengan hidup berkeluarga.Â
Tidak dapat disangkal bahwa mendengarkan merupakan hal yang sangat urgen dan dibutuhkan dalam hidup berkeluarga. Bisa kita bayangkan apabila seorang istri tidak lagi mendengarkan apa yang dikatakan sang suami.Â
Demikian pun sebaliknya, jika suami tidak mau mendengarkan istrinya. Apa yang terjadi jika dalam sebuah keluarga, anak-anak tidak lagi mendengarkan nasihat orang tua, dan orang tua tidak punya waktu untuk mendengarkan curahan hati anak-anak mereka. Bagaimana jadinya jika dalam sebuah keluarga, semua anggota di dalamnya tidak saling mendengarkan satu sama lain?
Menyadari akan pentingnya sikap saling mendengarkan, maka Paus Fransiskus memberikan beberapa pesan yang bisa menjadi permenungan kita bersama.Â
Pesan Paus yang disampaikan untuk semua kalangan dalam berbagai aspek kehidupan ini coba dikerucutkan pada dua fokus utama yang dihubungkan secara khusus berkaitan dengan hidup keluarga.
Mendengarkan dengan Telinga Hati
Selama ini kita sudah biasa mendengar, namun lebih dalam lagi kita diajak untuk mendengar dengan hati. Ketika kita mendengarkan,Â
kita tidak hanya cukup menerima ucapan kata-kata secara lahiriah yaitu hanya melalui telinga, tetapi juga hendaknya secara rohani yakni mendengar melalui hati. St. Agustinus berkata: "Jangan menaruh hatimu di telinga, tetapi taruhlah telinga di dalam hatimu".Â
Ketika kita ingin mendengarkan suara Tuhan maka kita perlu mendengarkan dengan hati. Kesibukan kita pada banyak urusan duniawi, membuat kita sulit untuk mendengarkan Tuhan.Â
Hal yang sama juga ketika kita mendengarkan sesama. Komunikasi yang baik dapat terjadi bukan hanya dengan berbicara, tetapi harus ada orang yang mendengarkan pembicaraan.
Pertanyaan reflektif untuk kita bersama, mungkinkah anak-anak yang lebih cenderung keluar dari rumah dan mencari kesenangan di luar, disebabkan karena mereka kurang didengarkan?Â
Kadang banyak ditemukan anak-anak lebih muda untuk menyampaikan curahan hati dengan orang yang ada di luar rumah (entah itu teman atau orang lain, termasuk melalui medsos), daripada menyampaikan persoalan yang dialaminya kepada orang tua.Â
Apakah salah satu penyebabnya adalah karena mereka kurang mendapat tempat untuk didengarkan? Orang tua yang memberikan rasa nyaman, mendengarkan dengan sepenuh hati setiap persoalan yang dialami oleh buah hati, dapat membuat anak at home.
Mendengarkan sebagai Syarat Komunikasi yang Baik
Mendengarkan merupakan unsur pertama yang sangat diperlukan dalam dialog dan komunikasi yang baik. Komunikasi tidak akan berjalan dengan lancar, jika hanya ada orang yang berbicara tetapi tidak ada orang yang mendengar.Â
Bagi Paus Fransiskus, tidak ada jurnalisme yang baik tanpa kemampuan mendengarkan. Walaupun seorang pembicara membutuhkan ketrampilan berbicara yang baik, dan membutuhkan tenaga untuk menyampaikan pesan, namun pendengar yang baik juga tidak mudah. Mendengarkan selalu membutuhkan kesabaran dan kemampuan untuk membiarkan diri sendiri dikejutkan oleh kebenaran.
Mendengarkan adalah hal yang paling berharga dan menghidupkan. Bersedia memberi sedikit waktu kita secara bebas untuk mendengarkan orang lain, merupakan tindakan pertama dari amal kasih.Â
Dalam hal ini sekali lagi ditegaskan bahwa mendengarkan satu sama lain sangat dibutuhkan dalam hidup keluarga atau komunitas. Pertengkaran dalam rumah tangga yang sering terjadi, salah satu penyebabnya antara lain karena orang tidak saling mendengarkan. Istri lebih mendengarkan apa kata tetangga daripada apa kata suami.Â
Demikian pula, suami yang sulit mendengarkan istri, akan mengancam keutuhan hidup rumah tangga. Mendengarkan memberikan peluang untuk membangun diskusi dan mencari solusi pemecahan masalah. Sikap hidup yang hanya mau didengarkan dan tidak mau mendengarkan membuat kita tertutup dengan kebenaran yang ada di luar diri kita.
Semoga butir-butir pesan ini dapat menginspirasi banyak orang untuk bersedia "mendengarkan", khususnya dalam dalam hidup keluarga. Selamat Hari Keluarga & Hari Komunikasi Sedunia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI