Menurut Jaogues Delors, globalisasi sedang mewajibkan kita perlahan-lahan menjadi penduduk dunia, namun karena pendidikan, kita diharapkan tetap berakar dalam budaya sendiri. Kebudayaan pun sedang mengalami proses globalisasi secara terus menerus dan pendidikan akan mengingatkan kita bahwa tiap individu itu unik.Â
Di satu pihak kita masih merasa sulit untuk menghadapi perubahan-perubahan besar seperti sekarang ini, namun pendidikan akan membantu kita bagaimana menghadapi tantangan akibat digitalisasi.Â
Pada zaman yang ditandai dengan persaingan ketat di berbagai bidang, pendidikan akan membawa kita kembali kepada kebersamaan dan rasa solidaritas.Â
Berhadapan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak terbendung, muncul kecemasan, bagaimana melestarikan pendidikan dasar yang mampu mengajarkan kepada anak didik, bagaimana memperbaiki hidup mereka lewat pengetahuan, pengalaman-pengalaman dan perkembangan kebudayaan-kebudayaan mereka sendiri.Â
Tugas mulia pendidikan adalah mendorong tiap pribadi untuk sampai pada harmoni antara tradisi dan keyakinan-keyakinan pribadi sambil tetap mengembangkan rasa hormat terhadap yang plural, membuka pikiran dan hati secara lebar kepada universalitas.
Berbicara tentang pendidikan yang ideal untuk mencapai suatu perkembangan dunia yang harmonis, tidak bisa terlepas dari berbicara tentang peranan komunitas formatif.Â
Keluarga adalah tempat pertama di mana semua orang memperoleh formasi dasar untuk seluruh hidup mereka. Tugas sekolah hanyalah meneruskan apa yang telah dimulai, ditanam, dan dikembangkan sebelumnya di rumah. Karena itulah sekolah hendaknya menjadi rumah kedua bagi anak.
Sebuah sekolah yang hanya mengutamakan organisasi dan struktur dari pada nilai-nilai dan tujuan akhir tidak akan berpengaruh dalam dunia ini. Para guru di sekolah diharapkan tidak hanya mendidik dengan memberikan materi atau bahan pelajaran dan nilai-nilai yang dikomunikasikan secara verbal di depan kelas, melainkan menciptakan iklim dan suasana yang sungguh manusiawi.Â
Hanya dengan demikian setiap pribadi yang berada di lingkungan sekolah merasa at home karena diterima, dikenal, diakui, dan diapresiasi sebagaimana dia adanya, mengatasi semua kemampuan intelektual yang dimilikinya.
Sebuah sekolah yang ingin menjadi tempat pendidikan perlu diupayakan sedemikian rupa agar semua subyek yang berbeda-beda di dalamnya saling bekerja sama, saling berkomunikasi dan berdialog satu sama lain.Â
Aspek inilah yang membuat sekolah mampu berinovasi dari "sekolah institusi" yang sarat dengan konsep iuridis formal ke "sekolah komunitas" yang dijiwai oleh semangat kebersamaan, kekeluargaan, persaudaraan.Â
Sekolah komunitas memungkinkan berjalannya proses pendidikan secara positif, bukan saja bagi peserta didik melainkan juga bagi pendidik, orangtua, dan seluruh stakeholder.
Istilah komunitas sebagai basis pendidikan dimaksudkan bahwa sekolah hendaknya sebagai tempat di mana setiap individu merasa diterima. Sekolah sebagai komunitas berarti sebagai tempat di mana di sana bertumbuh rasa solidaritas, bela rasa, penghiburan dan pembelajaran.Â
Sekolah sebagai komunitas, dimaksudkan sebagai tempat di mana setiap pribadi bertemu untuk saling berbagi tugas, saling bertukar ide dan nilai-nilai bersama, bukan saling mengejar prestasi dan peringkat.Â
Dalam komunitas yang demikian, semua anggota yang berkumpul memiliki tujuan yang sama yakni untuk saling berbagi hidup dan peran, berbagi pengalaman hidup, mengungkapkan kegembiraan sambil mencari bersama-sama kebaikan bersama (bonum commune) lewat karya pendidikan.
Sekolah yang berbasis komunitas sangat penting karena pada hakikatnya, komunitas adalah lingkungan tempat individu berlindung, dan pada saat yang sama ia juga punya potensi formatif yang sangat menguntungkan.
Apabila kita menginginkan terbentuknya sekolah sebagai komunitas atau rumah bagi peserta didik, maka tentunya sekolah harus pertama-tama menjadi tempat di mana semua orang saling berelasi satu sama lain secara kekeluargaan.Â
Sekolah yang berbasis komunitas harus tercipta kedekatan satu sama lain, antara guru dan murid, antara para guru, kepala sekolah dan guru serta siswa, di mana ditemukan orang saling berbagi nilai-nilai dan ide serta saling melengkapi.Â
Hanya dengan cara demikian, sekolah menjadi keluarga atau rumah kedua bagi peserta didik. Di sini kita akan menemukan kesinambungan antara hidup di dalam keluarga dan sekolah.
Pendidikan yang berbasis komunitas akan melibatkan peran serta semua unsur. Jika sekolah hanya dilihat sebagai institusi, maka peran keluarga dalam pendidikan anak seakan dilimpahkan pada para guru dan institusi sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H