Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Puisi Antagonis Nietzsche dan Analisis Sastra Mangunwijaya tentang Atheisme Kaum Beragama

27 April 2022   11:27 Diperbarui: 3 September 2022   07:56 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua jenis atheisme ini menghayati kematian Tuhan secara religius, ringan hati, namun berjiwa berat. Ringan hati, sebab mereka hidup, seolah-olah suatu beban berat telah lepas dari bahu mereka; berjiwa berat, karena dengan hilangnya kekuasaan ilahi, persendian seluruh semesta makhluk, fondasi itu sendiri di bawah kaki-kaki mereka serba goyah. Tanpa Tuhan dunia menjadi ringan, tetapi manusia menjadi berat.

Kematian Tuhan adalah salah satu bagian dalam sejarah agama-agama dunia, seperti kematian Dewa Pan Agung, atau sekonyong-konyong hilangnya Overzalcoati, fase dalam kesadaran modern. Fase ini adalah fase yang religius. 

Di sinilah letak perbedaan antara agama dan religiositas. Agama lebih menunjuk pada kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada yang transenden, dalam aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya, serta keseluruhan organisasi yang melingkupi segi-segi kemasyarakatan. 

Religiositas lebih melihat aspek yang di dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi; sikap personal yang sedikit misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas jiwa.

Orang beragama banyak yang religius, dan seharusnya memang demikian. Tetapi kenyataannya tidak selalu begitu. Banyak yang menganut agama tertentu tetapi cara hidup tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Ada yang mengaku beragama (bahkan sebagai tokoh), tetapi menyerukan ujaran kebencian. 

Mereka agamawan tetapi tidak atau bahkan jauh dari sikap religius otentik. Itulah atheisme kaum beragama. Percaya pada Tuhan yang hidup, tetapi dalam kenyataannya berpikir dan hidup seolah-olah Tuhan tidak pernah ada.

Daftar Rujukan:

Oyos Saroso H.N. Tentang Kematian Penyair dan Legitimasi Teks. Teraslampung.Com. 2014.

Akhmad Santosa, Nietzsche Sudah Mati. Yogyakarta: Kanisius, 2009.

Y.B. Mangunwijaya. Sastra dan Religiositas. Yogyakarta: Kanisius, 1988.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun