Nec curia deficeret in justitia exhibenda. Demikianlah bunyi sebuah pepatah Latin kuno yang kurang lebih berarti, pengadilan merupakan istana di mana sang dewi keadilan bersemayam untuk menyemburkan aroma keadilan yang tiada hentinya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika pengadilan disebut sebagai The last resort of Justice.Â
Itulah pula sebabnya dalam trias politica, Montesquie-filosof legendaris Prancis abad pertengahan, menempatkan pranata yudikatif sebagai kekuasaan tersendiri dan berdiri sejajar dengan dua kekuasaan lainnya eksekutif dan legislatif. Sungguh amat disayangkan karena sri paduka dewi keadilan yang begitu sakral, anggun dan mulia, tampaknya belum pernah bersemayam secara penuh di singgasana dalam istana peradilan kita.Â
Ada kecendrungan yang besar di mana orang memiliki daya tarik yang luar biasa untuk melakukan maksiat dan menipu hati nuraninya demi mendapatkan sesuatu.Â
Keengganan sang dewi bertahta di lembaga peradilan Indonesia selain karena ia harus tereksekusi untuk menjadi total blind lantaran kedua matanya tertutup black cover sebagaimana yang tampak pada lambang lembaga ini, juga karena seruan keadilan yang menjadi titah harian sang dewi rupanya tidak diindahkan oleh sebagian besar petinggi dan hulubalang istana yudikatif. Tak hanya itu, kebanyakan fungsionaris peradilan justru terlibat konspirasi dalam mafia peradilan.
Selain untuk menyingkirkan kekuasaan sang dewi melalui kudeta yudisial, fungsionaris peradilan ini juga berperan besar dalam melicinkan jalan bagi mafia peradilan beroperasi dengan modus operandi memperjualbelikan warisan sang dewi demi keuntungan pribadi.Â
Semua itu bisa dilakukan karena fungsionaris peradilan tidak lagi menjadi pengemban amanah sang dewi, melainkan justru berkhianat sebagai bagian dari mafia peradilan yang tega menjungkirbalikkan kebenaran dan keadilan berdasarkan kepentingan. Alhasil, tahta singgasana dan warisan sang dewi pun semakin kehilangan makna dan resisten terhadap nilai keadilan publik.
Mafia peradilan menjadi sesuatu yang sengaja atau tak diwariskan melalui wadah tertentu di lembaga peradilan. Ini membuat lembaga peradilan yang tadinya memperjuangkan hak rakyat malah membuat rakyat tercekik.Â
Akhirnya, pada tahapan tertentu, harapan masyarakat untuk mendapatkan keadilan pun menjadi berkurang dan timbul ketakutan justru nanti menjadi korban. Pada umumnya, mafia peradilan yang terjadi selama ini bukan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat, tetapi justru membawa dampak buruk bagi masyarakat pada umumnya dan orang-orang yang haknya ditindas dalam pelbagai aspek kehidupan.
a. Aspek Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, adanya korupsi akan mempersulit demokrasi serta seluruh tata pemerintahan yang baik (good governance), yakni dengan cara menghancurkan proses formal.Â