Mohon tunggu...
Hendrikus Dasrimin
Hendrikus Dasrimin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Scribo ergo sum (aku menulis maka aku ada)

Kunjungi pula artikel saya di: (1) Kumpulan artikel ilmiah Google Scholar: https://scholar.google.com/citations?user=aEd4_5kAAAAJ&hl=id (2) ResearchGate: https://www.researchgate.net/profile/Henderikus-Dasrimin (3)Blog Pendidikan: https://pedagogi-andragogi-pendidikan.blogspot.com/ (4) The Columnist: https://thecolumnist.id/penulis/dasrimin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Makna Belis dalam Tata Adat Perkawinan Maumere-Sikka-NTT

21 Maret 2022   21:08 Diperbarui: 2 September 2022   19:35 6606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           

Masyarakat dalam setiap kebudayaan memiliki kekayaan nilai yang terungkap dalam berbagai simbol, ritus, serta kearifan lokal. Belis merupakan salah satu bentuk simbolis yang mengajarkan banyak nilai luhur bagi pemanusiaan manusia. Untuk dapat memahami bahwa belis merupakan salah satu bentuk simbolis penghormatan terhadap derajat manusia, maka terlebih dahulu kita harus mengetahui makna dan fungsi dari belis itu sendiri.

1. Mengungkapkan Penghormatan dan Penghargaan Terhadap Pribadi Manusia

           Bagi orang Maumere, belis pertama-tama tidak dilihat sebagai pemberian barang material, melainkan nilai dari penghargaan terhadap martabat manusia itu sendiri. Karena itu barang-barang belis yang dibawa bukanlah merupakan suatu paksaan yang menjadi beban, tetapi merupakan hasil dari kesepakatan bersama. Dengan ini nyata bahwa belis bukanlah merupakan sebuah bentuk komersialisasi. Pengorbanan yang begitu besar untuk mendapatkan barang belis tersebut justru karena manusianya.

Manusia perlu dihargai dan dihormati karena martabatnya yang melekat erat pada dirinya yang dalam bahasa simbolis diwujudkan dalam bentuk barang. Pembelisan yang diberikan oleh pihak pria merupakan bentuk apresiasi simbolis terhadap derajat kaum wanita. Kaum wanita yang sering dianggap sebagai kaum yang lemah perlu dibela dan nilai-nilai kemanusiaannya patut dihargai. Salah satu dari apresiasi terhadap derajat mereka ini adalah dengan pembelisan.

           Derajat wanita sebagai suatu partner dalam kehidupan masyarakat semakin dihargai dengan adanya belis. Kehidupan moralitas kaum wanita semakin terjamin baik bagi kaum gadis maupun bagi wanita-wanita yang sudah berkeluarga. Oleh adanya tuntutan belis, orang menjadi sadar bahwa kemurnian atau kejujuran susila harus dijaga semestinya baik oleh pria maupun oleh wanita calon suami-istri. Demikian pula orang tua harus menjaga keperawanan atau kesucian anak mereka. Selain itu belis juga turut menjaga keutuhan kehidupan keluarga suami-istri di dalam masyarakat.

2. Merupakan Tanda Penghargaan Terhadap Keluarga Wanita

           Sesuai dengan tradisi patrilinear, maka seorang yang telah menikah akan tinggal menetap di rumah suaminya. Karena itu pada tahap sebelumnya yakni pada tahap pembelisan, seorang pemuda wajib memberikan penghargaan terhadap keluarga wanita yang telah melahirkan dan membesarkan anak mereka. Dengan demikian belis bukan hanya merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap derajat anak (si gadis), tetapi juga merupakan bentuk penghargaan terhadap orangtua karena sudah memelihara dan membesarkan anaknya yang kemudian "diambil" oleh orang lain. Oleh karena itu ada yang menamakan belis sebagai pengganti air susu mama.

3. Mempererat Hubungan Sosial

            Persatuan antara seorang laki-laki dan perempuan dalam membentuk keluarga merupakan salah satu wujud dari sosialitas manusia. Namun hubungan sosial dalam suatu perkawinan tersebut tidak hanya membentuk suatu relasi intersubjektif antara kedua pasangan, tetapi juga dapat membina suatu relasi sosial bagi banyak pihak. Urusan pembelisan perlu melibatkan semua pihak yang mempunyai wewenang yaitu pihak keluarga si gadis beserta seluruh familinya atau dikenal dengan pihak Ina Ama (Ibu-Bapa), dan keluarga si pemuda atau pihak Me Pu (Anak).

           Belis berarti juga sebagai penghubung kedua keluarga pria dan wanita. Ia berlangsung terus menerus dari satu turunan ke keturunan lainnya. Dengan kata lain, belis yang merupakan pertukaran barang antara dua turunan tidak akan pernah hilang. Malahan ketidaklengkapan atau belum lunasnya belis keluarga pria kepada keluarga wanita, justru lebih mengikat kuat lagi hubungan kedua belah pihak. Dengan itu keluarga pria merasa berutang budi dan tetap setia setiap saat bila keluarga membutuhkannya, misalnya ada peristiwa kematian, urusan adat atau warisan, dan lain-lain.

4. Legilisator Turunan

           Belis mempunyai arti "woter 'loen" atau beli fam. 'Loen atau fam, merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah struktur masyarakat adat Maumere.  Fam inilah yang akan menentukan garis keturunan seseorang dan juga cukup berpengaruh dalam urusan pembelisan. Apabila seorang suami telah membelisi istrinya, maka istri yang pada awalnya termasuk dalam fam keluarga wanita akan masuk dalam fam keluarga suami. Demikian pula apabila mereka memiliki anak, maka anak-anak tersebut akan menjadi bagian atau termasuk dalam keturunan atau fam keluarga pria. Dengan kata lain, sang suami belum memiliki hak penuh atas anak-anak mereka. Jadi kelak apabila keluarga baru itu memiliki keturunan, maka anak itu akan dibagikan juga kepada ina ama dengan jumlah idealnya seorang putra dan seorang putri. Sedangkan yang lainnya akan menjadi milik me pu (keluarga pria).

5. Ungkapan Simbolis dari Suami untuk Memperoleh Hak Seksual pada Istri

           Seorang pemuda yang melamar calon istrinya tentu sudah diyakini telah memiliki kematangan atau kedewasaan di dalam dirinya termasuk kematangan biologis. Dan secara kodrati seseorang yang memiliki kematangan biologis juga memiliki dorongan seksual yang harus dipenuhi. Memilih seorang untuk menjadi pasangan hidup,  secara implisit merupakan salah satu bentuk pemenuhan hasrat seksual itu, walaupun bukan menjadi tujuan utama dalam suatu perkawinan.

Hak seksual atas istri, harus diperoleh melalui proses pembelisan yang diawali dengan peminangan di mana dengan membawa wua (pinang) sebagai simbol seksual wanita, untuk bertemu dengan ta'a (sirih) sebagai simbol seksual pria, demi memperoleh keturunan atau anak. Sebelum melakukan pembelisan maka seorang suami belum secara sah mengawini istrinya. Namun apabila pemuda tersebut telah melakukan pembelisan, maka ia telah memiliki hak penuh atas istrinya termasuk untuk memperoleh hak seksual.

6. Lambang Pengorbanan dan Pendewasaan Cinta

           Soal pembayaran belis dan pengabdian pemuda selama masa pertunangan, pasti membutuhkan satu pengorbanan. Memang tidak mudah untuk mempersunting anak orang tanpa suatu pengorbanan. Pengorbanan ini memperlihatkan suatu kedewasaan cinta, cinta yang tidak bisa hilang atau gagal karena hal yang sepele, karena tuntutan belis.

Belis sebagai lambang pengorbanan cinta, dalam bahasa adat dapat diungkapkan dengan kalimat "megu nulu, gu ngawun depo" (cinta lebih dulu, baru barang menyusul). Artinya bahwa nilai humanitas manusia lebih diutamakan meskipun barang material bernilai juga. Barang material dalam pembelisan merupakan ungkapan simbolis martabat manusia. Yang menjadi motif utama adalah cinta yang terwujud dalam bentuk barang.

Dengan belis, si gadis tidak mendewakan dirinya di hadapan si pria melainkan menghargainya, sebab pengorbanan cinta si pria bersama keluarganya sungguh besar yang diwujudkan dalam barang material. Demikian pun sebaliknya si pemuda tidak boleh menjadikan si gadis sebagai budak belian, sebab si pemuda memperoleh hak untuk memperistri si gadis itu tidak hanya membayar barang materialnya semata-mata, tetapi juga dengan imbalan material dari keluarga wanita, sebagai bakti ketulusan cinta mereka.

7. Norma Adat

           Hal ini diungkapkan dengan istilah adat yakni "tena blau ha nora ha" (supaya ada ketakutan atau keseganan antara yang satu dengan yang lainnya). Takut di sini bukan dalam pengertian pengecut atau turut membabi buta, tetapi lebih dimengerti dalam arti saling menghargai antara pribadi. Jadi, belis juga mengandung unsur moral. Dengan adanya belis maka masyarakat akan saling menghormati, teristimewa kaum wanita yang selalu dianggap sebagai kaum lemah. Belis sebagai sebuah norma berarti harus dijalankan dan dipatuhi oleh semua anggota masyarakat.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun