Isak adalah perokok berat. Ketika berbicara dengan saya, tangannya tidak lepas memegang sebatang rokok. Saya bertemu pada bulan Juli 2009 itu merupakan pertemuan pertama dan terakhir saya, karena sebulan setelah saya bertemu, tepatnya 15 Agustus 2009, ia meninggal dunia di usia 81 tahun.
Joesoef Isak lahir dari seorang ayah yang bekerja sebagai pegawai kantor pos, Keluarganya berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Terdidik dalam sistem kolonial Belanda, Isak tidak berbicara bahasa Indonesia sebagai seorang pemuda, tetapi kemudian menjadi pendukung bahasa tersebut. Pada tahun 2005, Isak menerima Keneally Award dari masyarakat Australia untuk karyanya.
Joesoef Isak selain wartawan, adalah seorang penerbit Indonesia, penerjemah, dan intelektual sayap kiri. Dia adalah seorang penganjur kebebasan berbicara selama pemerintahan Presiden Soeharto, dan dipenjarakan selama 1967-1977 tanpa pengadilan.
Bahkan kalau kita baca harian "Merdeka" edisi khusus Pameran Pers Indonesia 1985, di terbitan itu terdapat tulisan bahwa harian "Merdeka" identik dengan "Kerajaannya BM Diah." Hal itu juga dialami Joesoef Isak. Kepercayaan yang dipercayakan kepadanya sebagai Pemimpin Redaksi hanya merupakan simbol. Pemimpin Redaksi sebenarnya adalah BM Diah.
Ketika Joesoef Isak menjadi Pemimpin Redaksi harian "Merdeka," ia bukan saja memimpin suratkabar harian tetapi juga percetakan dan semua bidang bisnis lain dari grup Merdeka. Ia pun tetap berada di Jakarta.
Presiden Soekarno mengangkat BM Diah menjadi duta besar untuk Cekoslowakia merangkap Hongaria, maka secara formal, tidak mungkin jabatan resmi pemerintahan dirangkap dengan suatu jabatan swasta, apalagi pimpinan sebuah surat kabar yang bisa saja punya garis politik berbeda dengan pemerintah. Lagi pula secara fisik ia berada di luar Indonesia, ia berada jauh di Eropa Timur.
BM Diah sendiri sebenarnya tak ingin meninggalkan "Merdeka." Apalagi isterinya sendiri sudah menerbitkan majalah "Keluarga" di samping mingguan "Majalah Merdeka" dan harian berbahasa Inggris "Indonesian Observer."
Berarti yang dimaksud "Kerajaan BM Diah" tahun 1985 itu adalah harian pagi "Merdeka" yang diterbitkan pada 1 Oktober 1945, Koran Mingguan "Minggu Merdeka," surat kabar berbahasa Inggris "Indonesian Observer," majalah berita bergambar "Topik," dan majalah untuk ibu, ayah dan anak "Keluarga".
Ketika BM Diah pada tahun 1959 harus mengangkat pemimpin redaksi baru bagi Merdeka, pilihan tertuju kepada Joesoef Isak, meski masih cukup banyak tenaga senior lain di atasnya. Ketika itu ia berumur 31 tahun. Sebelumnya Joesoef Isak menjabat sebagai redaksi pertama.
Ketika BM Diah dan Herawati Diah berdiri untuk dipotret di pelaminan semasa resepsi pernikahan Joesoef tahun 1956, Diah berbisik: "Ik heb een cadeau voor jou -- aku punya kado untukmu. Mulai hari ini aku angkat kau menjadi redaktur pertama." Dulu disebut managing editor. Cerita ini pun diceritakan kepada saya ketika bertemu Joesoef Isak.