Setelah menginap semalam di Kufah, besoknya, hari Minggu, 21 September 2014, saya dan staf KBRI menuju ke Karbala. Karbala itu dulunya sebuah padang yang luas, tetapi sekarang sudah banyak berdiri bangunan.
Di Karbala ini, Hussein, putera Ali r.a tewas dengan tidak wajar. Lehernya dipenggal. Saya hadir di tempat itu dan bisa menyaksikan dari dekat kerumunan manusia silih berganti hadir di sana.Tangisan-tangisan, seraya meneriakan oh..Hussein...oh Hussein terdengar silih berganti seakan-akan, sekali lagi seakan akan tidak percaya, cucu Ali r.a dipenggal kepalanya.
Jika berbicara cucu Rasulullah, saya tidak mempersoalkan apakah Syiah atau Sunni atau lain-lainnya, tetapi saya membicarakan, siapa pun atas kehendak Allah, apa pun bisa terjadi.
Pada peristiwa di Karbala ini, berhadapan 103 orang pasukan Hussein dengan 10.000 pasukan musuh bersenjata lengkap. Setelah tiga hari memutus aliran air, pasukan Hussein berperang dalam kehausan. Tetapi bagi Hussein sendiri sebagaimana diriwayatkan sebelum berangkat, ia berkata pada Ibnu Abbas:
"Sungguh jika aku terbunuh di tempat demikian dan demikian, tentu lebih aku sukai dari pada aku mengorbankan kemuliaan negeri Mekah ini."
Rombongan Hussein ini berjumlah 70 orang, 30 berkuda dan 40 berjalan kaki bukan dengan maksud berperang. Setelah peristiwa Karbala, umat yang marah justru para penduduk Hijjaz, Madinah dan Mekah. Di bawah Pimpinan Abdullah bin Zubair mereka mengangkat senjata menuntut ditegakkanya qisas.
Saya di tempat itu ikut larut meneteskan air mata. Hati saya trenyuh dan larut juga dalam suasana duka. Setelah dari Karbala dan kembali ke KBRI, kami singgah di Makam Nabi Ayub a.s. Besoknya, tanggal 22 September 2014, saya berdiam diri di kamar saya KBRI Baghdad. Mengingat dan merenung hari kelahiran saya pada tanggal 22 September. Kenangan itulah yang tidak dapat saya lupakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H