Pernyataan Harmoko ini kemudian dijelaskan (dibantah) Pangab Jenderal Wiranto sebagai bukan pernyataan institusi tapi lebih merupakan pernyataan pribadi. HM Soeharto tentu dengan cermat terus mengikuti perkembangan itu. Sampai sore tanggal 20 Mei 1998, tampaknya ia masih yakin akan bisa mengatasi keadaan secara damai dengan membentuk Komite Reformasi dan merombak kabinet menjadi Kabinet Reformasi. Tapi keinginan baik Pak Harto ini disambut dingin berbagai kalangan bahkan tragisnya ditolak sebagian pembantunya (menteri) yang dibesarkannya.
Rupanya inilah detik-detik terakhir ia menjabat presiden. Hari itu, Rabu 20 Mei 1998 sekitar pukul 19:30, Pak Harto menerima Mantan Wakil Presiden Sudharmono di kediaman Jalan Cendana 8 Jakarta. Saat itu, menurut Sudharmono, Presiden Soeharto menyatakan tetap akan melaksanakan tugas-tugas kepresidenan dan segera akan mengumumkan pembentukan Komite Reformasi serta mengadakan perubahan susunan Kabinet Pembangunan VII.
Sekitar setengah jam berikutnya, pukul 20.00, Wakil Presiden B.J. Habibie menghadap Pak Harto. Lalu sekitar pukul 20:30, Saadillah Mursyid diminta menemui Presiden Soeharto yang sedang bersama Wakil Presiden B.J. Habibie di ruang tamu kediaman Jalan Cendana 8 itu. Di hadapan Wakil Presiden BJ Habibie, Presiden Soeharto meminta Saadillah Mursyid, Menteri Sekretaris Negara, mempersiapkan naskah final: Keputusan Presiden tentang Komite Reformasi dan Keputusan Presiden tentang Pembentukan Kabinet Reformasi.
Saat itu, Presiden Soeharto menyatakan akan mengumumkan dan melaksanakan pelantikannya besok hari, Kamis 21 Mei 1998. Untuk keperluan itu Presiden Soeharto juga minta agar ruang upacara atau yang lazim disebut ruang kredensial di Istana Merdeka dipersiapkan.
Kemudian Wakil Presiden B.J Habibie pulang. Sementara itu, sebanyak empat belas orang menteri membuat pernyataan tidak bersedia ikut serta dalam Kabinet Reformasi yang direncanakan Pak Harto. Mereka itu adalah para menteri yang sebelumnya dibesarkan Pak Harto.
Lalu, sekitar pukul 21:00, setelah BJ Habibie pulang itu, Saadillah Mursyid mohon untuk bisa melanjutkan bertemu dengan Pak Harto. Dalam kesempatan itu, Saadillah Mursyid melaporkan bahwa sejumlah orang-orang yang direncanakan untuk menjadi anggota Komite Reformasi telah menyatakan menolak. Saadillah juga melaporkan adanya informasi bahwa empat belas orang menteri yang direncanakan akan duduk dalam Kabinet Reformasi menyatakan tidak bersedia ikut serta dalam Kabinet. Setelah itu, Saadillah pulang.
Tapi sekitar pukul 21:40, Saadillah Mursyid diminta menemui Presiden Soeharto lagi. Saadillah bergegas menuju ruangan di tempat biasanya Presiden menerima tamu, termasuk menerima para menteri. Saadillah terkejut karena Presiden tidak ada di ruangan itu. Ketika ditanyakan, barulah ajudan memberitahukan bahwa Presiden Soeharto menunggu di ruang kerja pada bagian kediaman pribadi.
Sekitar pukul 22:15 hari Rabu 20 Mei 1998 itu, HM Soeharto mempersilakan Saadillah duduk di sebelahnya. Kursi hanya ada satu, di situ HM Soeharto duduk. Lalu Saadillah dipersilahkan menggeser puff, sebuah tempat duduk empat persegi, agar bisa lebih dekat.
Setelah hening sejenak, kemudian HM Soeharto mengatakan: "Segala usaha untuk menyelamatkan bangsa dan negara telah kita lakukan. Tetapi Tuhan rupanya berkehendak lain. Bentrokan antara mahasiswa dan ABRI tidak boleh sampai terjadi. Saya tidak mau terjadi pertumpahan darah. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk berhenti sebagai Presiden, menurut Pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945."
Lalu, kepada Saadillah sebagai Menteri Sekretaris Negara, diminta untuk mempersiapkan empat hal.
Pertama, konsep 'Pernyataan Berhenti dari jabatan Presiden RI'; Kedua, memberitahu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat bahwa permintaan pimpinan DPR untuk bertemu dan melakukan konsultasi dengan Presiden akan dilaksanakan hari Kamis, 21 Mei 1998 pukul 09:00 di ruang Jepara Istana Merdeka; Ketiga, memberitahu Wakil Presiden BJ Habibie agar hadir di Istana Merdeka hari Kamis tanggal 21 Mei 1998 pukul 09:00 dan agar siap untuk mengucapkan Sumpah Jabatan Presiden di hadapan Ketua Mahkamah Agung; Keempat, memohon kehadiran Ketua Mahkamah Agung di Istana Merdeka hari Kamis 21 Mei 1998 pukul 09:00.