Pada waktu ini Jenderal Soedirman mengajak Bung Karno ikut bergerilya di hutan. Tetapi Soekarno mengatakan, ia dan Hatta harus tetap di Yogyakarta, karena sudah menjadi keputusan kabinet.
Akhirnya Bung Karno-Hatta ditangkap Belanda. Tetapi ini pulalah awal kunci diplomasi perjuangan bangsa Indonesia yang bisa diketahui dunia internasional.
Seandainya saja Bung Karno ikut bergerilya sesuai saran Jenderal TNI Soedirman, maka di samping diperlukan pengawalan yang sangat banyak, juga yang perlu dicatat, belum tentu Belanda mau diajak berunding.
Pernyataan Halida Nuruah Hatta dalam seminar itu menurut dia, bersumber dari data otentik, yaitu langsung dari ayahnya, Bung Hatta. Diakuinya, bahwa dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia banyak sekali tantangan. Ini merupakan tantangan atas pertahanan wilayah dan eksistensi negara. Pada sisi lain, ada masalah politik yang pelik di dalam negeri.
"Bila dikaji secara mendalam, ada peran besar Bung Hatta mengenai diplomasi. Sejak mahasiswa, ia sengaja membangun konektivitas internasional untuk memperkenalkan organisasi Perhimpunan Indonesia," tegas Halida Hatta.
Sejarah mencatat, bahwa Soekarno-Hatta di awal kemerdekaan saling membutuhkan. Singkatnya kedua tokoh ini memang ditakdirkan menjadi pasangan yang serasi dalam memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kesetiaan dan hubungan mereka juga tidak diragukan lagi. Sebagai contoh, ketika pada tanggal 17 Agustus 1945 pagi, para pemuda mendesak agar Bung Karno membacakan Proklamasi, Bung Karno menolak membacakannya sebelum Bung Hatta datang.
Saya mengamati, hubungan Bung Karno dan Hatta sedikit terganggu ketika Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden No X (baca huruf eks, bukan huruf Romawi no 10).
Bung Karno setelah mengetahui hal itu, pikirannya sedikit terganggu dan ia menenangkan diri ke Pelabuhan Ratu. Menurut saya, inilah awal yang kalau saya boleh katakan, "tidak harmonis," dalam memimpin negara ini.
Hingga hari ini, tidak seorangpun tahu, mengapa Bung Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI. Ia mengundurkan diri pada 1 Desember 1956, setelah diselenggarakannya Pemilihan Umum pertama kali di Indonesia tahun 1955.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H