Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) tetap masih menjadi perhatian masyarakat internasional, meskipun pemerintah Irak menyatakan kelompok tersebut telah bubar. Baru-baru ini pemerintah Irak berkomentar bahwa Angkatan Bersenjata Irak masih terus memburu sisa-sisa ISIS (Operasi #WillOfVictory). Mereka berusaha membersihkan sel-sel teroris di daerah antara provinsi Salahuddin, Nineveh, dan Anbar menuju perbatasan Irak-Suriah.
ISIS itu teroris. Itu benar. Inilah yang diistilahkan oleh Noor Huda Ismail di Harian "Kompas," halaman 6, Selasa, 9 Juli 2019. Dalam hal ini, sang penulis melukiskan bahwa keterlibatan masyarakat Indonesia diakui benar terjadi. Bahkan ada yang sudah pulang ke Indonesia dari Afghanistan secara diam-diam dan kemudian tertangkap oleh pihak keamanan Indonesia.
Mengapa Afghanistan disebutkan di sini? Meski tidak disebutkan dalam tulisan ini, karena dari Afghanistan lah asal muasal lahirnya ISIS. Oleh karena itu, Afghanistan merupakan titik tolak menyebarnya kelompok ini menjadi Negara Islam di Irak dan kemudian menyebar ke Suriah.
Setelah pemerintahan Presiden Irak Saddam Hussein tumbang akibat invasi Amerika Serikat (AS), maka Al Qaeda dari Afghanistan dipimpin oleh Abu Mush'ab al-Zarqawi masuk ke Irak. Di Irak, ia membentuk Jama'ah At-Tauhid wal Jihad. Selanjutnya mereka bergabung dengan Dewan Syuro Mujahidin Irak yang terdiri dari delapan kelompok milisi bersenjata Irak.
Oleh karena itu awal mulanya Al Qaeda datang dari Afghanistan ke Irak bermula ingin mengusir pasukan AS dari Irak, karena Irak dihancurkan oleh pasukan AS. Itu niat awal, kemudian niat itu berubah setelah kelompok ini mampu berkembang ke Suriah sehingga namanya pun berubah dari Negara Islam di Irak (ISI) menjadi Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Nama Islam dikotori oleh pembunuhan di mana-mana. Irak dan Suriah diliputi teror yang dilakukan ISIS. Niat awal bergeser ke berbagai ledakan bom-bom mobil. Rakyat Irak dan Suriah banyak menjadi korban. Akhirnya ISIS dihancurkan dan para pengikutnya kembali ke negara masing-masing, termasuk yang berasal dari Indonesia.
Sebaliknya di Irak, Presiden Saddam Hussein berjuang sendirian waktu digempur pasukan AS. Rusia tidak bisa membantu karena Presiden Rusia Vladimir Putin masih memikirkan perekonomian Rusia yang masih ambruk akibat pembaruan yang dilakukan Pemimpin Rusia sebelumnya, Mikhail Gorbachev .
Tentang penyesalan dan tertipunya sebagian kecil rakyat Indonesia terhadap rayuan ISIS, menjadi bahan pelajaran buat kita. Bukan hanya rakyat Indonesia yang tertipu, juga bangsa-bangsa lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H