Donald John Trump atau Donald Trump sejauh ini dikenal sebagai pebisnis, tokoh televisi realita, politikus, dan Presiden Amerika Serikat (AS) ke-45. Sejak 1971, ia memimpin "The Trump Organization" perusahaan induk utama untuk semua usaha properti dan kepentingan bisnis lain miliknya.
Tidak seorang pun menyangka, ketika menghadapi Pilpres AS 2020, Trump sudah begitu mahir di dalam politik. Ia berusaha menjabat lagi untuk periode kedua. Manuver-manuver untuk mengambil sumpati rakyat AS terus dilakukan.
Saingan berat Donald Trump (Partai Republik) kali ini adalah kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden. Dalam kampanye di Iowa, Selasa, 11 Juni 2019 lalu, Biden menyebut Trump sebagai ancaman eksistensial bagi Negeri Paman Sam.
Biden menilai Trump telah melemahkan aliansi dan merugikan para pekerja Amerika dengan konflik perdagangan yang tidak perlu. Memang sekarang AS terlibat konflik perdagangan dengan Republik Rakyat China (RRC).
Sebaliknya Trump, yang bertekad mencalonkan diri sebagai Presiden AS dari Partai Republik, melancarkan serangan terhadap mantan Wakil Presiden AS tersebut dengan menyebutnya sebagai "boneka" dan "mental yang lemah". Apakah boneka karena Joe Biden pernah jadi Wakil Presiden Obama?
Trump sepertinya lebih mengikuti kata hatinya untuk membela Israel. Setelah kunjungannya ke Jerusalem dan memakai topi ala Yahudi di Dinding Ratapan, sulit buat dunia internasional menyangsikan bahwa AS di masa Trump saling dukung mendukung dengan Israel. Apalagi Yerusalem sudah dinyatakan Trump sebagai ibu kota Israel.
Penderitaan rakyat Palestina semakin sulit diatasi. Baru-baru ini "International Crisis Group" (ICG) telah menyerukan Israel untuk tidak mengimplementasikan pengembangan rencana lima tahun daerah pendudukan di Jerusalem Timur senilai 530 juta dollar AS tanpa mendapatkan masukan atau pendapat dari masyarakat Palestina.
Laporan setebal 40 halaman yang dipublikasikan hari Selasa, 11 Juni 2019, IGC menyerukan kepada Israel agar tidak memisahkan rakyat Palestina di bagian Jerusalem Timur. Laporan itu berjudul "Reversing Israel's Deepening Annexation of Occupied East Jerusalem."
Himbauan IGC ini lebih mempersulit gerak atau langkah bangsa Arab Palestina (Islam dan Kristen) untuk merdeka. Itu semua tergantung perubahan politik di AS. Jika Trump masih berkuasa sulit menciptakan perdamaian antara penduduk Palestina dan Yahudi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H