Namanya cukup singkat. Sama dengan Soekarno dan Soeharto, yaitu Wiranto.
Diambil dari sumber "Kompas," Kamis, 10 Oktober 2019 siang, Abu Rara mendekati Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto yang baru saja turun dari mobil di Alun-alu Menes, Pandeglang, Banteng.
Abu Rara berpura-pura ingin menyalami Wiranto seperti kebanyakan warga yang ingin bersalaman dengan pejabat.
Saat itu, Kapolsek Menes Kompol Daryanto menyambut Wiranto yang baru saja meresmikan gedung kuliah bersama Universitas Mathla'ul Anwar.
Namun tiba-tiba Abu Rara mengeluakan senjata tajam dan menusuk bagian perut Wiranto.
Semuanya berlangsung cepat. Wiranto nyaris tersungkur di jalan. Ia kemudian dilarikan ke Jakarta untuk segera ditanggulangi.
Nama Wiranto kembali menghiasi halaman media lokal dan internasional setelah ia tampil mengendus adanya penumpang gelap di acara 22 Mei 2019 lalu.
Sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia (RI), ia sering tampil di muka halaman media cetak dan on line. Sebelumnya semasa Presiden RI Soeharto membacakan surat pengunduran dirinya, ia juga disoroti media karena menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia.
Belakangan kritikan tajam terhadap dirinya muncul, tetapi itulah resiko yang dihadapi sebagai orang yang selalu tampil di saat-saat kritis dalam rangka menyelamatkan bangsa dan negara RI. Nama Wiranto muncul sejak kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi di Indonesia pada 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa daerah lain.
Tetapi di masa Presiden Abdurrahman Wahid, Wiranto didesak mundur dari jabatannya. Perwira kelahiran Yogyakarta, 4 April 1947 ini pernah menjadi Pangdam Jaya tahun 1994. Kemudian menjadi Pangkostrad. Pangkat Jenderal bintang empat ia raih ketika menjabat Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD), Juni 1997. Tidak sampai setahun , ia diangkat menjadi Panglima ABRI, Februari 1998.
Di berbagai negara sudah tentu memiliki intelijennya. Intelijen adalah pengetahuan yang mengolah bahan agar dapat disajikan guna mengambil keputusan (secara tepat). Di samping intelijen ada lagi istilah yang disebut spionase. Ini adalah bagian kecil dari kegiatan intelijen, bermakna kegiatan mengumpulkan bahan saat proses unsur-unsur keterangan.
Semua negara sejak dulu hingga sekarang pasti memiliki intelijen. Inilah yang dapat diambil kesimpulan dari kasus unjuk rasa pada 21 dan 22 Mei 2019 baru-baru ini, di. mana intelijen kita berperan sangat baik, sehingga bisa diketahui unjuk rasa yang sebenarnya atau unjuk rasa yang sudah disusupi pihak lain. Semoga intelijen kita juga waspada dengan setiap kemungkinan yang terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H