Setiap tanggal 11 Maret, saya selalu mengenang para ajudan Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat. Kenapa demikian, karena melalui ajudannya saya menggali sumber sekunder tentang salah seorang tokoh pelaku Surat Perintah 11 Maret 1966.
Ketika ingin menulis buku Basoeki Rachmat, sudah tentu tidak ingin kehilangan jejak. Beliau meninggal dunia, 10 Januari 1969, sementara saya menulis buku sebelum tahun 1998. Tahun ini saya ingat, karena buku ini diterbitkan PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, tahun 1998 dan kemudian diterbit ulang tahun 2008. Agar tidak kehilangan jejak, saya difasiltasi isteri Jenderal Basoeki Rachmat, ibu Sriwoelan Basoeki Rachmat.
Fasilitasi yang saya maksud, fasilitas tempat di Menteng. Karena Jenderal Basoeki Rachmat sudah lama meninggal dunia, oleh karena itu sebelum buku terbit, saya selalu hadir di rumah Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat
Hadir di dalam setiap pertemuan, di samping isteri Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat, juga para mantan ajudan, seperti Stany Subakir, Bam Bahardin, Saptodarsono, Samsi Kasran, Mochamad Zenal dan J.Ukat. Pun selain istri Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat, hadir juga putra dan menantu, seperti Bambang Yogianto, Bambang Wasono Prapto, Nindyah Sri Erawati dan Bambang Susanto.
Baru-baru ini, salah seorang ajudan Jenderal Basoeki Rachmat meninggal dunia, yaitu Stany Subakir. Beliau ajudan yang dibawa Jenderal Basoeki Rachmat ke Istana Bogor menemui Presiden Soekarno.
Di dalam buku yang saya tulis "Jenderal TNI Anumerta Basoeki Rachmat dan Supersemar," bab tentang "Detik-detik Lahirnya Supersemar ", ia bersaksi sebagaimana diungkapkannya. Pada waktu itu hari sudah larut malam. Mobil mereka melalui jalur Bogor, Cibinong menuju Jakarta.
"Saya masih ingat, tempat ditandatanganinya naskah itu di Bogor., bukan Jakarta. Karena Bung Karno sudah menganggap, Bogor sebagai pusat pemerintahan," demikian ujar Stany Subakir mengenai naskah Supersemar itu.
Stany Subakir selain ajudan Jenderal Basoeki Rachmat, juga tokoh masyarakat yang juga merupakan Ketua Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya (PTFSS). Stany Soebakir sudah tiada. Ia menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Katolik St. Vincentius a Paulo Surabaya (RKZ), tanggal 28 Oktober 2015. Stany Soebakir wafat di ruang ICU RKZ tepat pada pukul 09.00 pada usianya yang ke-88 tahun.
Pria yang juga merupakan dosen di Universitas Widaya Mandala dan Universitas Surabaya ini meninggal dikarenakan pendarahan di lambung yang dideritannya. Stany Soebakir meninggalkan empat orang anak, yakni, Ros Yayuk Soebakir, Chrescentia Wuri Soebakir, CH Ririn Soebakir, dan Yustimus Budi Soebakir serta tujuh orang cucu.
Chrescentia Wuri Soebakir yang merupakan anak kedua dari almarhum mengakatakan jika sang ayah sudah dirawat di RKZ selama sebelas hari terakhir sebelum akhirnya wafat. Ia mengaku jika sang ayah mulai dirawat di RKZ pada Sabtu, 17 Oktober 2015 malam karena masalah sepele, yakni jatuh saat hendak duduk di halaman belakang pada sore harinya.
"Waktu itu ayah mundur saat hendak duduk, dikiranya sudah pas dengan kursi, ternyata belum pas tapi ayah sudah duduk. Akhirnya terjatuh," ujarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H