Hari ini, Minggu, 21 April 2019 bangsa Indonesia memperingari Hari Kartini. Nama lengkapnya Raden Adjeng (R.A) Kartini. Ia lahir di Jepara, Hindia Belanda (masih dalam zaman penjajahan Belanda) pada 21 April 1879. Meninggal di Rembang, Hindia Belanda, 17 September 1904 diusia relatif muda, 25 tahun.
R.A. Kartini dipanggil juga dengan sebutan Raden Ayu Kartini. Tidak dapat dipungkiri, ia adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
Di hari Kartini tahun ini, peneliti Indonesia menemukan foto asli Tjoet Nyak Dhien, lengkap dengan hijab yang berasal dari Kerajaan Islam Darul-Salaam. Foto ini ada di Leiden, Negeri Belanda.
Agar para peneliti bangsa Indonesia atau para mahasiwanya bisa lengkap tulisan dan disertasinya, terutama menengenai tokoh-tokoh perjuangan bangsa Indonesia melawan Belanda, sebaiknya berangkat ke Negeri Belanda. Banyak dokumen asli yang tersimpan di sana.
Tjoet Nyak Dhien adalah tokoh perempuan Indonesia dari Aceh. Ia lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh tahun 1848. Selain diakui sebagai salah seorang pahlawan nasional Indonesia, ia juga masuk dalam jajaran "Most Poweful Muslim Women" di situs wisemuslimwomen.org dalam kategori pemimpin politik. Nama perempuan Aceh ini disebut sebagai "Pejuang Gerilya Anti Kolonial."
Tjoet tidak hanya dikenal keberaniannya, tetapi strategi dan taktiknya ketika ia pura-pura menyerah. Ia bersama suaminya Teuku Ibrahim Lamnga menyerang secara tiba-tiba. Setelah suaminya meninggal dunia, ia menikah dengan Teuku Umar untuk melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Teuku Umar adalah pahlawan nasional. Ia juga wafat lebih dahulu dari Tjoet Nyak Dhien. Kemudian Tjoet terpaksa memimpin pasukannya sendiri, masuk dan keluar hutan bergerilya.
Tjoet Nyak Dhien ditangkap Belanda dalam usia tua, rabun dan menderita rematik, juga sakit-sakitan. Selanjutnya, ia diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Di sanalah ia wafat dan dimakamkan di Sumedang. Waktu itu warga Sumedang tidak mengenal siapa Tjoet Nyak Dhien. Mereka hanya kenalnya "Ibu Perbu." Setelah makamnya digali dan dipelajari, tahulah rakyat Sumedang, bahwa "Ibu Perbu" adalah Tjoet Nyak Dhien. Ini juga salah satu cara Belanda mengelabui rakyat Sumedang agar tidak marah dan semangat mereka bangkit melawan Belanda. Di waktu itu dikenallah makan "Ibu Perbu."
Menarik dalam kisah Tjoet Nyak Dhien yang waktu itu sudah tua renta, buta yang kemudian berhasil diobati Belanda ketika dibawa ke Kutaraja (sekarang Banda Aceh( adalah apa yang dinamakan penghianatan. Di dalam sejarah ini pun terjadi penghianatan kepada Tjoet Nyak Dhien yang memberitahukan di mana ia berada sehingga dengan sangat mudah dapat ditangkap.
Di dalam sejarah dikenal dengan Pang Laot, dan orang kepercayaan Tjoet Nyak Dhien. Ia yang memberitahu persembunyian Tjoet Nyak Dhien kepada Belanda, sehingga dalam keadaan sakit-sakitan, ia berhasil ditangkap.
Penghianat memang selalu ada di setiap kita berbicara tentang sejarah. Bahkan ketika saya bertemu Laksamana TNI (Purn) Soedomo ketika masih hidup, dalam rangka menulis buku Letnan Jenderal TNI (Purn) Rais Abin, ia bercerita banyak tentang beberapa orang yang mengkhianati Soeharto sebagai Presiden RI kedua.
Juga ketika BM Diah, putra Aceh bercerita tentang pemuda di masa revolusi ketika saya menulis biografinya, ia juga membagi pemuda itu dalam empat bagian. Di antaranya ada pemuda yang ingin bersenang-senang saja tanpa memikirkan masa depan bangsa dan negara ini. Ini yang hampir sama tujuannya dengan para koruptor. Hanya ingin berpikir tentang diri dan keluarga mereka sendiri. Menurut saya, ia bisa juga disebut sebagai penghianat.