Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Iluni UI), nama itu begitu harum dan semerbaknya. Berkali-kali namanya digunakan Partai Politik untuk meraih suara di dalam Pemilihan Presiden, agar suara mereka meningkat dan bisa memenangkan Pilpres, termasuk Pilpres 2019 kali ini.
Foto di atas adalah ketika saya diputuskan Dekan Fakultas Hukum UI tahun 1996, Prof. R.M. Girindro Pringodigdo, S.H sebagai Ketua Harian sekaligus Wakil Ketua II Panitia Penerimaan Mahasiswa Baru Program Ekstensi FHUI Tahun Akademik 1996/1997.
Pertimbangan Dekan menunjuk saya yang waktu itu masih mahasiswa Fakultas Hukum ekstensi, karena dalam susunan panitia, hanya saya yang tidak bertitel Sarjana Hukum (S.H), ya, karena masih mahasiswa, karena mampu bergerak ke sana kemari dan mengenal mahasiswanya dari dekat. Juga saya agak bebas, profesi saya adalah Jurnalis.
Hal ini saya paparkan untuk memahami kehidupan mahasiswa ekstensil, yang waktu itu kuliah sore hari, karena paginya dimanfaarkan untuk bekerja. Ada yang bekerja sebagai advokat, lembaga pemerintah, wakil rakyat, kepolisian, militer dan sebagainya.
Berbeda dengan mahasiswa pagi yang masih muda-muda jika dibandingkan dengan kami, sangat, sangat enerjik. Idealisme mereka sangat terjaga dan masih tinggi.
Contoh-contoh di atas untuk memudahkan pengertian kita untuk memahami mengapa banyak Iluni UI mengklaim diri sebagai pendukung Calon Presiden 2019, sementara Iluni UI menyatakan tetap netral dalam Pulpres.
Hanya yang diinginkan Iluni UI, jangan pakai atribut UI. Memang ada rencana Iluni UI melakukan somasi kepada pihak yang mengatasnamakan Iluni UI dalam membuat undangan deklarasi untuk mendukung salah satu pasang calon presiden dan wakil presiden. Secara kelembagaan, Iluni UI tidak pernah dan tidak akan terlibat dalam politik praktis.
"Iluni UI perlu menegaskan, secara kelembagaan tidak pernah dan tidak akan terlibat dalam politik praktis yang dalam hal ini sejalan dengan dengan prinsip yang juga dianut oleh UI," ujar Ketua Umum Iluni UI, Arief Budhy Hardono, dalam keterangan tertulis yang disebarkan kepada pers.
Kendati demikian, sambung dia, sangat disayangkan masih adanya pihak-pihak yang berusaha menyeret Iluni UI ke dalam politik praktis. Hal itu terbukti dengan beredarnya undangan deklarasi yang menempatkan Iluni UI seakan-akan selaku pengundang.
"Padahal hal ini jelas tidak benar termasuk penggunaan foto dan nama pengurus Iluni UI," jelas dia.
Beredarnya undangan tersebut, kata dia, tidak dapat dipungkiri telah meresahkan alumni UI. Karena itu, pengurus Iluni UI perlu untuk menegaskan posisinya dan langkah-langkah konstitusional yang akan diambil.
Arief melanjutkaj, demi menjaga netralitas Iluni UI dalam hal politik praktis dan dalam rangka penegakan hukum, maka Iluni UI mensomasi pihak-pihak yang telah membuat dan mengedarkan undangan tersebut.
"(Somasi untuk) menghentikan, menarik dan/atau membekukan peredaran undangan tersebut dan meminta maaf kepada Iluni UI melalui pengurus," kata dia.
Arief menuturkan, Iluni UI memberikan waktu tiga hari sejak 12 Desember 2018 bagi pihak tersomasi untuk menindaklanjuti somasi itu. Jika somasi tersebut tidak diindahkan dalam jangka waktu itu, maka tidak menutup kemungkinan pengurus Iluni UI akan melaporkan hal tersebut ke pihak berwajib.
Menurut saya, Iluni UI tetap konsisten untuk tidak ingin diseret ke sana kemari. Iluni UI tetap netral. Boleh saja mahasiswa berasal dari kuliah pagi dan ekstensi Iluni UI berpolitik. Apalagi sudah saya gambarkan, mahasiswa ekstensi UI, baik Fakultas Hukum dan Fakultas lainnya, terdiri dari beragam latar belakang. Mereka sudah tentu ada yang masuk ke salah satu partai. Itu merupakan hak individu yang dijamin undang-undang, tetapi jangan mengatasnamakan Iluni UI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H