Ketika berlangsung Diskusi Terpumpun Kajian Hatta Memorial Heritage yang di selenggarakan pada hari Senin, 18 Desember 2017, saya yang masih berdarah Minangkabau ini dan diundang panitia dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah tentu saya sambut dengan gembira, karena pertanyaan singkat yang kita ajukan, siapa yang tidak kenal dengan Bung Hatta?
Suasana tambah berbobot dengan kehadiran para ilmuwan dari Sumatera Barat dan Jakarta, terutama Prof Dr Maizar Rahman, Kartum Setiawan dan Ipik Ernaka teman saya semasa kami di S2 Ilmu Sejarah FIB UI.
Saya sendiri mempertegas bahwa jika berbicara tentang Bung Hatta yang jelas kita mencatat, bahwa ada bersinggungan sejarah Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dalam hal ingin mendukung kembali agar Bung Hatta kembali duduk sebagai Wakil Presiden RI, setelah ia mengundurkan diri pada 1 Desember 1956.
Memang ada semacam surat peringatan secara halus agar Ahmad Husein mempertimbangkan usulnya itu, karena dianggap sebagai pemberontak. Tetapi Ahmad Husein tidak menghiraukannya, ini terlihat dari Maklumat yang dikeluarkan dan Pusat tidak ingin mengabulkan permintaan Ahmad Husein itu selaku Ketua Dewan Banteng. Secara otentik, saya pun mendengar langsung cerita ini dari Ahmad Husein di rumahnya di Jakarta. Waktu saya datang, beliau sudah sakit-sakitan dan duduk di kursi roda. Ia juga mengatakan: "Saya Bukan Pemberontak."
Mundurnya Bung Hatta sebagai Wakil Presiden RI memang harus digali lebih dalam. Kita ketahui di berbagai media waktu itu, usul pemberhentian Bung Hatta tidak semulus yang dibayangkan. Hal ini juga diceritakan Prof Dr Meizar Rahman. Ia juga mengutip beberapa sumber waktu itu. Menurut Meizar, tanggal 20 Juli 1956, Wakil Presiden Muhammad Hatta menulis sepucuk surat kepada Ketua DPR, Sartono SH yang isinya menegaskan, karena DPR yang telah dipilih rakyat telah bekerja dan Konstituante terbentuk sesuai pilihan rakyat, pun sudah tersusun, maka tiba saatnya ia mengundurkan diri.
Surat Bung Hatta itu tiba di DPR hari Senin, 23 Juli 1956. Empat bulan setelah tanggal tersebut, DPR belum memberi tanggapan apapun juga. DPR menolak secara halus dengan mendiamkan surat tersebut. Tanggal 23 November 1956, empat bulan kemudian Bung Hatta menulis surat susulan. Isi surat bahwa 1 Desember 1956 akan berhenti sebagai Wapres. Tanggal 30 November 1956, sebuah panitia yang mengurusi masalah pengunduran diri Wakil Presiden RI ini menemui Presiden Soekarno. Tidak diceritakan panjang lebar dialog antara Presiden Soekarno dengan Panitia, yang jelas pada 1 Desember 1956 Bung Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI.
Presiden Soekarno tidak lagi memiliki wakil hingga ia jatuh. Waktu itu ada usaha DPR RI yang berdomisili di samping Kementerian Keuangan di Lapangan Banteng sekarang ini. Menurut saya, masih ada usaha, tetapi tidak mampu menggantikan figur Bung Hatta hingga jabatan Wakil Presiden diisi kembali semasa Presiden Soeharto berkuasa dengan mengangkat Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Wakil Presiden Pertama di masa Orde Baru.
Prof Dr Meizar Rahman menjelaskan lagi, bahwa teamnya telah bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla membicarakan masalah Museum Bung Hata ini. Wapres Jusuf Kalla gembira mendengar akan dibangunnya Museum Bung Hafta di di Bukittinggi, Sumatera Barat. Tetapi ingat harus ada juga Museum Bung Hatta di Jakarta. Bung Hatta itu bukan hanya milik daerah, ia kan tokoh nasional, jadi milik bangsa dan negara RI, tegas Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Di akhir acara, Dewi Murwaningrum, staf dari Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman mengatakan pertemuan seperti ini sudah tiga kali diselenggarakan. Semoga Gubernur Sumatera Barat segera menyetujui pembangunan Museum Bung Hatta yang letaknya di Istana Bung Hatta di Bukittinggi, Sumatera Barat. Dalam pikiran saya, proses persetujuan dari Gubernur Sumbar ini agak lama, mungkin sedikit berhati-hati. Semoga setelah Wapres Jusuf Kalla sudah mendengar rencana ini, hendaknya Gubernur juga bisa memahami dan mempercepat persetujuannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H