Leonardus Benyamin Moerdani atau lebih dikenal dengan LB Moerdani pernah menjabat sebagai orang nomor satu di jajaran Tentara Nasional Indonesia (TNI). Saya tertarik membaca biografinya di saat ia kembali menjadi warga negara biasa yang sudah sakit-sakitan.
Benny, tokoh yang tegar di masanya, tidak lagi seangker dulu. Penyakit stroke dan bronkitis yang dideritanya, membuat tubuhnya terlihat ringkih. Diceritakan oleh Clara Joewono, teman lamanya itu ketika berkunjung ke kantor Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Clara waktu itu mengaku sempat takut mengandeng Benny yang bertongkat itu. Tak mau harga diri Benny sebagai seorang jenderal jatuh karena dianggap tak becus berjalan. Tetapi akhirnya dibantu juga, namun saat mobil Benny pergi, Clara langsung menangis. Orang sehebat dia, jadi nggak berdaya setelah sakit. Bahkan turun tangga saja tidak mampu lagi.
Inilah masa-masa sunyi yang harus dilewati seorang jenderal, yang di masa jayanya dihormati dan selalu didekati semua orang, tetapi ketika masa itu berlalu, ia kembali sendiri lagi menapaki jalan hidupnya dalam sunyi. Tidak hanya Benny, tetapi Jenderal Abdul Haris Nasution pun mengalami hal yang sama.
Menurut tulisan Andari Karani Anom di Majalah Tempo, 28 Juli 2002 halaman 64 dan 69, isteri Nasution, Yohana Sunarti Nasution mengatakan, bahwa suaminya dicekal dari tahun 1972 hingga 1993. Penjagaan dan fasilitas ditarik.Bahkan air PAM di rumah dicabut.
Tetapi kemudian, ketika Jenderal Soeharto dan Jenderal AH Nasution dianugerahi Jenderal Besar, kedua tokoh militer itu kelihatan sangat akrab. Begitu pula Jenderal LB Moerdani dengan Jenderal Soeharto.
Jusuf Wanandi di dalam bukunya,Menyibak Tabir Orde Baruyang diterbitkan bukuKompas, Februari 2014, halaman 387, mengatakan LB Moerdani bertemu dengan mantan Presiden Soeharto.
Pertemuan itu berlangsung di rumah salah seorang putera Soeharto, Sigit yang diatur oleh Tutut. Cerita ini bermula setelah lengsernya Soeharto pada Mei 1998, tepatnya beberapa bulan setelah itu pada 15 Desember 1998.
"Ben, bagaimana ini bisa terjadi. Apa sebenarnya yang terjadi?" Lengsernya Soeharto dari tampuk kepresidenan, bagi Soeharto sendiri seakan-akan tak percaya, sehingga beliau bertanya kepada Benny Moerdani.
Satu setengah jam pembicaraan tersebut. Benny Moerdani mengatakan sebagaimana ditulis Jusuf Wanandi; "Kami adalah dasar dari kekuasaan Bapak, tetapi Bapak tidak lagi percaya kepada kami dan malah lebih percaya Habibie dan ICMI dan semua pembantu Bapak, Harmoko, Ginanjar Kartasasmita, Akbar Tandjung ternyata penghianat."
"Ini salah besar. Lihat apa yang terjadi, militer pun sekarang sudah semakin hijau di bawah Faisal Tandjung karena Bapak tidak percaya kepada saya. Bapak tidak percaya kepada ABRI, walaupun kami selalu mendukung Bapak dan setia." Lanjut Moerdani