Inilah peta Provinsi Timor Timur (Timtim) yang saya ambil dari google. Tidak salah kita menyebutnya provinsi, karena memang wilayah itu pernah menjadi Provinsi ke 27 Republik Indonesia pada 17 Juli 1976, meski akhirnya harus lepas lagi dalam sebuah referendum yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 30 Agustus 1999.
Buku ini sangat menarik, meski kita akui, sebelum buku ini terbit, sudah banyak penulis lain menerbitkan buku-buku serupa. Ini menunjukkan betapa pengalaman bertempur di sana sebagaimana dialami Ronny Muaya sangat membekas di hatinya, apalagi ia pernah tertembak ketika bertugas di sana.
Di halaman 105 - 109 buku ini ditulis dengan jelas detik-detik ia tertembak seusai menutup "briefing" kepada anak buahnya. "Tiba-tiba terdengar tembakan musuh, " ujarnya, sehingga terpaksa dibawa ke rumah sakit Dili.
Jika sekarang kita ingin bertemu Ronny Muaya di Gedung LVRI, tidak perlu heran, ia tidak nyaman menggerakan lengan kirinya. Itu dikarenakan lengan kirinya itulah yang pernah kena tembak.
Buku ini diuraikan sangat rinci sebagaimana buku harian seorang prajurit yang sedang bertempur di medan juang. Tampaknya, karena sayangnya kepada anaknya Bobby Revolta, penerbitan buku ini pun diserahkan kepada anaknya tersebut. Ia merasakan betapa ketika pertama kali ditugaskan di Timtim dan dari sana kemudian ditugaskan sebagai pasukan perdamaian PBB di Mesir, kemudian ditugaskan lagi ke Timtim, ia sangat jarang berdekatan dengan anak laki-lakinya itu.
Buku ini memang bercerita tentang pengalaman Kolonel Infanteri (Purn) Michael Roderick Ronny Muaya di Timtim. Mengapa saya harus mengatakan demikian? Sebetulnya akan lebih menarik lagi jika Robby Muaya juga menguraikan sedikit banyak pengalamannya di Timur Tengah. Bukankah Letnan Jenderal TNI (Purn) Rais Abin, yang menjadi Ketua Umum LVRI sekarang ini, pernah juga terdengar bahwa pernah juga menjadi Panglima Pasukan Perdamaian PBB di Timur Tengah yang bermarkas di Mesir? Apalagi pengalaman tidak terlupakan, ketika Rais Abin nanti berpamitan sebagai Ketua Umum LVRI?
Bagaimana pun, pengalaman Ronny Muaya ini perlu dibaca oleh generasi muda. Betapa masuknya pasukan Indonesia di Timtim pada 7 Desember 1975, ingin menumpas komunis. Tindakan Indonesia memperoleh dukungan dari AS dan Australia. Setelah Timtim bergabung dengan Indonesia, di masa pemerintahan BJ Habibie Timtim lepas dari pangkuan Indonesia.Pada waktu ini bukan hanya Menlu Ali Alatas yang menitikkan air mata, tetapi keluarga pasukan kita yang ditugaskan di sana, pun menitikkan air mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H