[caption caption="Uang di masa Saddam (Foto Sunardji)"][/caption]
[caption caption="Uang di masa Saddam (Foto Sunardji)"]
[caption caption="Beberapa peninggalan Saddam (Foto Sunardji)"]
Saya mendapat kiriman dari Alumnus SMA Negeri Blora, Sunardji yang pernah mengajar di Fakultas Ekonomi UI beberapa alat penukaran dan beberapa simbol semasa Presiden Irak berkuasa. Ketika saya tanya, bapak pengagum mantan Presiden Irak Saddam Hussein? Ia menjawab "betul sekali, saya salah seorang pengagumnya.
Bayangan saya seketika kembali mengenang perjalanan ke Irak pada bulan Desember 1992 dan bulan Maret 2014. Pada bulan Desember 1992, Presiden Irak Saddam Hussein masih berkuasa dan pada bulan September 2014, ia telah tiada.Ia meninggal di tiang gantungan. Nama Saddam juga mengingatkan saya pada akhir kekuasaan Presiden RI Pertama RI, Ir Soekarno. Sama-sama mengalami penderitaan semasa hidupnya.Kedua-duanya memang dianggap sebagai pahlawan buat tanah airnya.
Awalnya, nama Bung Karno dielu-elukan sebagai pahlawan yang bisa mempersatukan suku-suku bangsa yang ada di tanah airnya.Ia hadir ketika bangsa ini merindukan akan sosok pemersatu.Bersama Hatta, Bung Karno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Namanya sempat tenggelam, tetapi tidak ketika bangsa ini menyelenggarakan hari kemerdekaan tanggal 17 Agustus. Nama Soekarno kembali hadir sesudahnya dan tetap bersinar kembali hingga akhir jaman.
Di Irak memang berbeda.Kenapa? Nama Saddam Hussein masih tenggelam di tanah airnya. Ketika ia muncul pertama kali di Irak, tak seorang pun menduga akan mengalami nasib nahas di tiang gantungan.Juga tidak dapat membayangkan, bagaimana bangsa asing kembali masuk ke Irak (AS dan sekutunya) menggulingkan pemerintahannya. Benar, ia seakan-akan digulingkan pemerintahannya sendiri, tetapi bukankah pembombardiran yang dilakukan sehingga tempat persembunyiannya di Tikrit, diketahui dibantu oleh AS?
Awalnya, sesama bangsa pejuang, Indonesia mendukung pemerintahan Presiden Saddam Hussein.Coba simak peringatan Menlu RI Ali Alatas pada hari Senin, 25 Februari 1991 bahwa jangan gulingkan pemerintahan Saddam Hussein. Tetapi peringatan dari pemerintah RI tidak didengar. Irak diserang habis-habisan dan Saddam Hussein digantung.
Saya masih ingat pernyataan M Riza Sihbudi salah seorang staf peneliti Puslitbang Politik dan Kewilayahan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ketika saya temui mengatakan, kebijakan Amerika Serikat terhadap Irak tidak jelas. Negara itu enggan mensponsori pencabutan sanksi dan embargo dari PBB. "Saya tidak jelas, apa keinginan AS di balik keengganan itu.
Pada tahun 1992, ketika saya ke Irak pertama kali, Irak masih diembargo.Resolusi Dewan Keamanan PBB no 661 yang dikeluarkan pada tanggal 6 Agustus 1990, itu menyangkut embargo perdagangan.Dikeluarkannya Resolusi tersebut sangat dirasakan oleh rakyat Irak. Apalagi wilayah udara Irak dibatasi dengan adanya pemberlakuan Zona Larangan Terbang sepanjang garis paralel 36 di Utara dan 32 di Selatan. Akibatnya, semua orang, termasuk saya, harus naik pesawat hingga Jordania.Dari negara itu melalui jalan darat ke Baghdad, menempuh jarak 885 kilometer yang ditempuh sekirar 13 jam. Keselurhan perjalanan melalui padang pasir. Saya tidak bisa membayangkan, jika jalannya berbukit-bukit sebagaimana wilayah di sebagian wilayah Indonesia.
Orang boleh saja takjub dengan memasuki kota Baghdad waktu itu. Setelah diserang udara oleh pasukan multinasional pimpinan AS waktu itu, dengan cepat kota itu dibenahi. Jika dibayangkan, serangan pada 17 Januari 1991 dilakukan lebih dari 759 kali serangan.Tetapi karena Irak kaya dengan minyak, tidak sulit membenahi jalan-jalan yang sudah hancur.Tahun 1992 itu, saya melalui jalan-jalan yang mulus.
Kalau kita perhatikan sikap Indonesia waktu ini, selain Menlu RI Ali Alatas, mendukung Irak adalah juga Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Sophan Sophiaan.Pada 4 Januari 1993, Sophaan mengatakan, ada usaha mengakhiri embargo di Irak. Ide muncul setelah Dubes Keliling RI Supeni juga menceritakan penderitaan rakyat Irak setelah diembargo.Ia sebagaimana saya melihat sendiri di Irak.
Sayang sekali, yang terjadi bukan pencabutan embargo.AS menyerang Irak dan malah menggulingkan pemerintahan Saddam Hussein. Setelah Ali Alatas diganti oleh Hassan Wirajuda sabagai Menlu RI dan di Irak diselenggarakan pemilihan umum, ia menyatakan sewaktu berkunjung ke Mesir dari tanggal 25-27 Juni 2005: "Sikap Indonesia telah berubah dalam melihat Irak.Isu Irak ketika diinvasi AS tahun 2003 berbeda dengan isu Irak pasca Pemilu...Indonesia sangat mendukung proses demokrasi yang terjadi di Irak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H