[caption caption="Diskusi Tan Malaka (Foto Dasman Djamaluddin)"][/caption]
Berbicara tentang Tan Malaka atau Sutan Ibrahim tidak pernah membosankan.Ia adalah pribadi misterius yang muncul sebelum dan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Kita akui, nama Tan Malaka kalah populer dari nama proklamator bangsa Indonesia Soekarno-Hatta.
Diskusi tentang tokoh Tan Malaka inilah yang kita saksikan pada hari Senin, 27 Maret 2017 di Gedung Nusantara DPR RI.Kenapa diselenggarakan di Gedung DPR RI? Asumsi saya yang mengikuti acara tersebut, adalah agar acara berlangsung dengan hikmat dan aman.Seperti kita ketahui, sebelumnya pernah terjadi kericuhan ketika diselenggarakan diskusi yang sama di daerah. Para pendukung diskusi dan yang tidak berkenan diselenggarakannya diskusi bentrok. Oleh karena itulah diskusi kali ini diselenggarakan di Gedung DPR RI.
Selain itu, Dr Fadli Zon, salah seorang Wakil Ketua DPR RI berkenan pula menjadi penggagas diskusi. Tidak salah, karena Fadli Zon berasal dari suku Minangkabau, sementara Tan Malaka juga berasal dari daerah yang sama. Tan Malaka lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Limapuluh Kota, Sumatera Barat.
Sudah tentu yang juga menarik, adalah makam Tan Malaka di Kediri, menjadi bahan perbincangan, di mana pemerintah Kediri tidak bersedia memindahkan makam tersebut ke tempat kelahirannya di Sumatera Barat, meski sudah diminta oleh keluarga Tan Malaka.Menurut Fadli Zon dalam kata sambutannya di acara tersebut, secara adat sudah terlaksana, yaitu dengan kedatangan ninik-mamak dan petua adat Minangkabau ke Kediri baru-baru ini. Sekarang menurut Fadli Zon, kita menunggu secara resmi keputusan Menteri Sosial RI.
[caption caption="Harry A Poeze (Foto Antara)"]
Di dalam diskusi Tan Malaka tersebut hadir penulis buku Tan Malaka, Dr Harry Albert Poeze, seorang sejarawan Belanda. Di dalam pikiran saya, kenapa sejarawan Belanda, bukankah kita menghasilkan sejarawan-sejarawan Indonesia. Bahkan bukan kali ini saja saya menghadiri diskusi buku tentang Indonesia yang ditulus oleh sejarawan Belanda. Bukankah kita lebih mengetahui sejarah bangsa sendiri ketimbang sejarawan dari luar negeri. Kapan kita mulai?
Menaik dari sejarawan luar negeri, ia meneliti tentang Indonesia selalu menemukan hal-hal baru. Dulu di mana letak makam Tan Malaka tidak diketahui. Misterius. Berkat kerja keras, Harry A Poeze, maka makam itu ditemukan di Kediri. Di dalam diskusi di DPR RI, Harry A Poeze memberikan penemuannya tentang 14 watak Tan Malaka. Buat saya, ia sejarawan yang konsekuen di bidang penelitiannya tentang Tan Malaka.
Di antara penemuannya, Tan Malaka bukanlah penganut Stalin, tetapi Trotsky. Jika membaca sejarah hidup Trotsky, awalnya ia adalah penganut ajaran Lenin. Setelah Lenin meninggal dunia tahun 1924, Trotsky bersama pendukungnya membentuk oposisi kiri untuk melawan kelompok Stalin.Trotsky dipecat dari Partai Komunis Uni Soviet tahun 1924 dan diasingkan ke Alma Ata tahun 1928.Ia diusir dari Uni Soviet pada tahun 1929. Diasingkan di Turki dan Meksiko.Ia tewas dibunuh pada tahun 1940 oleh agen Stalin di Meksiko.
Jika mengikuti sejarah hidup Trotsky tidak jauh berbeda dengan Tan Malaka. Ia tidak selalu menerapkan ajaran Partai Komunis Uni Soviet. Tan Malaka juga berpindah- pindah dan selalu memakai nama samaran. Tan Malaka juga dibunuh. Menurut saya, karena ia menganut ajaran Trotsky itu.Penentang Stalin. Bahkan Harry A Poeze menyebutnya seorang guru muslim. Bukunya yang terkenal yaitu "Madilog."Komunisnya pun Komunis Nasionalis.
Tan Malaka juga disebut oleh Harry A Poeze sebagai ahli filsafat. Pemikir Islam. Di samping sudah tentu seorang penulis. Ia banyak menulis cerita fiksi. Yang menyedihkan, ungkap Poeze, ia dianggap mata-mata Jepang.Pernah ia akan kembali ke kampung halamannya, tidak jadi, karena di sana sudah muncul fitnah terhadap dirinya.