[caption caption="Pasukan AS masuk ke Istana Saddam Hussein (Foto Majalah Biografi Politik 17 April 2009)"][/caption]
[caption caption="Buku Saddam Hussein oleh Dasman Djamaluddin (Arsip)"]
Laporan Sir John Chilcot seorang mantan pegawai negeri sipil Inggris yang ditugasi menyelidiki keterlibatan pasukan Inggris menginvasi Irak sudah mempengaruhi pikiran rakyat Irak.
Sebagaimana dilaporkan Dream dari lamannya Metro.co.uk, Kamis, 7 Juli 2016, seorang warga negara Irak bernama Jabouri yang ikut dalam kegembiraan jatuhnya Presiden Irak Saddam Hussein ditindaklanjuti dengan menghancurkan patung mantan Presiden Irak itu di Karrada, Baghdad pada 9 April 2003, menyatakan rasa menyesalnya setelah mendengar laporan penelitian Sir John Chilcot pada 6 Juli 2016 bahwa penelitian penelitian yang dilakukan selama 7 tahun tersebut menyimpulkan serangan Inggris dan Amerika Serikat ke Irak adalah ilegal.Tidak ditemukan senjata pemusnah massal di Irak di mana sebelumnya alasan inilah yang dijadikan untuk menyerang Irak.
Dalam pernyataannya Jabouri sipemilik bengkel motor itu yang kini berusia 58 tahun, menceritakan situasi negaranya sekarang ini.Ujarnya korupsi sekarang merajalela.Pertikaian dan penjarahan terjadi. Saddam memang telah membunuh keluarganya.Tetapi kan bukan dirinya? Ia menggarisbawahi bahwa pemerintah sekarang ini lebih buruk."Saddam pergi, tetapi di tempatnya ada 1000 Saddam," tegasnya lagi.Dalam lubuk hatinya terdalam, ia ingin mengembalikan patung itu, ingin membangunnya kembali, tetapi ia takut dibunuh, keluhnya.
Apa yang dikatakan Jabouri itu benar.Saya ke Irak pada bulan September 2014.Di mana-mana tank dan pasukan Irak bersiaga.Tidak ada ruang bermain untuk anak-anak dan penduduk sipil untuk berlalu lalang dengan rasa aman, ketika Presiden Irak Saddam Hussein masih hidup. Itu pun saya alami ketika saya diundang pemerintah Irak pada bulan Desember 1992.Memang banyak yang mengatan Presiden Irak Saddam Hussein otoriter.Lalu mungkin ada pertanyaan lanjutan, bisakah seseorang membayangkan seorang Sunni seperti Saddam Hussein memerintah dengan demokratis di tengah-tengah penduduk yang mayoritas memeluk agama Muslim Syiah? Saddam Husseun bisa tampil menjadi orang nomor satu di negara tersebut melalui revolusi.
Sekarang di Inggeris, setelah mendengar laporan penelitian tersebut, Wakil Perdana Menteri Inggris di masa Inggris ikut membantu Amerika Serikat menyerang Irak, John Prescott pun minta maaf. Melalui tulisannya di harian "Sunday Mirror," ia mengakui sisa hidupnya bakal terbebani akibat keputusan penelitia tersebut. John Prescott menjadi Wakil Perdana Menteri ketika Inggris terlibat dalam Perang Irak tahun 2003.Saya mengikuti perkembangan ini dan Perdana Menteri Inggris waktu itu, Tony Blair telah terlebih dulu minta maaf.Boleh jadi, ia sudah mendapatkan bocoran tentang hasil penelitian itu.
[caption caption="Donald Trump (Foto Reuters)"]
Ketika mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair minta maaf, juga diikuti wakilnya, apakah mantan Presiden Amerika Serikat, George Bush akan minta maaf? Menurut saya, hal ini tergantung siapa yang menjadi Presiden Amerika Serikat dalam pemilihan waktu dekat ini.Jika Donald Trump boleh jadi negara itu meminta maaf.Karena ketika dalam kampanyenya sudah dua kali menyebut nama Saddam Hussein."Saddam itu diktator, tetapi jika masih hidup ia akan berhasil menumpas pertikaian yang sedang terjadi di Irak," menurut Trump. Tetapi menurut saya, jika Saddam Hussein hidup maka malah pertikaian itu tidak ada.Karena terjadinya pergolakan di Irak, pada umumnya bangsa Arab tidak begitu suka wilayahnya diintervensi negara non-Arab.
Kedua kalinya Donald Trump menyebut nama Saddam Hussein ketika berbicara dengan wartawan Rusia. Trump menyebut bahwa 90 persen rakyat Irak telah memilih Saddam Hussein sebagai Presiden Irak.Namun jika sebaliknya terjadi di mana Hillary Clinton jadi presiden, kata maaf itu tidak ada.Selanjutnya yang bisa dilihat bukan dampak kemenangan terhadap Irak, melainkan kebanggaan bangsa Amerika Serikat yang berhasil memilih presiden perempuan pertama dalam sejarah negara tersebut setelah sebelumnya berhasil memilih presiden kulit berwarna pertama kali.
[caption caption="Hillary Clinton (Foto Reuters)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H