Buku Gert Oostindie (Arsip)
Hari Selasa, 13 September 2016 berlangsung diskusi buku di Erasmushuis, Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Buku yang didiskusikan berjudul: " Serdadu Belanda di Indonesia 1945-1950: Kesaksian perang pada sisi sejarah yang salah," dan diterbitkan oleh penerbit Yayasan Pustaka Obor.Penulisnya seorang Guru Besar Sejarah pada Universitas Leiden,Negeri Belanda yaitu Prof Gert Oostindie. Diskusi ini menarik karena penulisnya hadir di acara tersebut. Ia ikut memberi informasi tentang isi bukunya di samping kehadiran Guru Besar Indonesia Taufik Abdullah dan Sejarawan Anhar Gonggong.
Di dalam menulis buku ini banyak digunakan apa yang disebut "dokumen-dokumen ego," berupa buku harian, surat, kesaksian, dan memoar. Menurut saya inilah daya tarik buku ini. Dari penuturan seperti ini, seseorang disuguhkan bacaan yang tidak membosankan. Apa yang mereka tulis ? Kecewa. Saat itu Belanda mengerahkan 220.000 serdadunya untuk suatu perang tidak dimenangkan. Di sinilah muncul istilah kejahatan perang yang dilakukan Belanda. Hal ini terungkap dari sumber-sumber yang disebutkan tadi.
Di dalam tulisan-tulisan ini juga terungkap bagaimana mereka seakan akan dibohongi datang ke Indonesia. Kebanyakan mereka yang datang ke Indonesia adalah tentara wajib militer dan di negaranya Belanda disembunyikan fakta bahwa Indonesia telah merdeka pada 17 Agustus 1945.
Suasana Diskusi Buku (Foto Dasman Djamaluddin)
Sebagaimana kita ketahui, pemerintah Belanda menganggap kemerdekaan Indonesia adalah "pemberian" Belanda yang dilimpahkan pada 27 Desember 1949. Tetapi jika kita mengikuti kunjungan Menteri Luar Negeri Belanda, ke Indonesia pada bulan Agustus 2005 dan menyesalkan Pemerintah Belanda atas Agresi Militer I tahun 1947, maka sudah cukup buat Indonesia memakluminya. Hubungan Indonesia-Belanda kini bertambah baik.
Pada tahun 1985, saya sempat berbincang-bincang dengan mantan Kasad pertama RI GPH Djatikusuma. Beliau banyak menceritakan tentang sulitnya mengatur tentara kita yang berasal dari berbagai kalangan. Ada yang dari bekas PETA, kalangan pemuda, kepanduan, pamongpraja, golongan imam-imam, Heiho, KNIL dan lain-lain. Benar bunyi Pembukaan UUD 1945 kita yang berbunyi: Atas berkat rahmat Allah...Jika tanpa rahmat Allah maka tidak mungkin kita merdeka dan memperjuangkannya setelah tahun 1945.
Jenderal Soedirman melapor kepada Presuden Soekarno di Istana Negara Yogyakarta10 Juli 1949 +Arsip)
Di dalam komunikasi di antara kita pada masa kemerdekaan itu, sebenarnya bangsa Indonesia memakai pola kebersamaan. Lihatkah cara kita berkomunikasi memakai kata "bung." Bukan Bapak dsbnya.Istilah bung ini sangat akrab di antara kita.Lihat pula bunyi surat Bung Karno di atas.Sangat menyentuh. Lihat pula foto di bawah. Setelah rangkulan ini, ada dua cara yang disepakati berdua. Bung Karno dan teman-teman sipil lainnya berjuang melalui diplomasi.Sedangkan Jenderal Soedirman di lapangan untuk memimpin secara langsung pertempuran dan bergerilya.
Bergerilya inilah membuat pasukan Belanda mendapat tekanan psikologis yang berat. Dapat pula dimaklumi bagaimana stresnya seorang Westerling yang membantai penduduk Indonesia tidak berdosa saat itu. Ini juga salah satu cara untuk meluapkan rasa kecewa sebagaimana dituturkan di buku tersebut. Buat saya, buku ini sangat menarik dan mengisi perbendaharaan buku-buku sejarah di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya