Ketika saya mengetahui bahwa Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Suriah akan menyelenggarakan Pekan Film Indonesia, sudah tentu saya sebagai Warga Negara Indonesia merasa gembira. Mangapa tidak? Penduduk dunia hanya melihat dan menyaksikan Suriah di ambang kehancuran.Perang melawan ISIS sebuah Negara Islam di Irak dan Suriah terus berlangsung.Hampir setiap hari kita mendengar korban berjatuhan.KBRI di Suriah pernah pula memulangkan Warga Indonesia ke tanah air.Lihat peta Suriah sebagaimana dikeluarkan Reuters.Mengerikan melihat situasi dan kondisi di Suriah sekarang ini.
[caption caption="WNI kembali ke Indonesia (Foto:KBRI di Damascus)"][/caption]
[caption caption="Peta Suriah (Reuters)"]
Di tengah kecemasan ini, KBRI di Damaskus berusaha memunculkan rasa optimisme.Itu merupakan hal positip yang bisa dilakukan.Itu sebabnya KBRI tetap menyelenggarakan berbagai kegiatan.Di antaranya Pekan Film Indonesia.
Secara positip apa yang dilakukan KBRI Damaskus, kita acungkan jempol.Semangat bangsa Indonesia di daerah perang agar dijaga terus.Hanya yang menjadi catatan saya di negara damai Indonesia, berpikiran berbeda.Pun kalau boleh saya sebut, apa yang saya pikir seratus persen terbalik dengan apa yang dipikirkan bahwa dua di antara tiga film untuk ditayangkan, jauh dari sempurna.
Pertama, film Habibie & Ainun. Jika bukunya sebagaimana telah saya kemukakan di atas, saya acungkan jempol.Bahkan ahli filsafat Frans Magnis Suseno mengatakan bahwa ini sebuah buku yang luar biasa menarik.Kisah seorang putera utama bangsa Indonesia. Penilaian Frans Magnis, saya katakan benar 100 persen.Tetapi, ketika saya menyaksikan film, penilaian saya kurang 100 persen.Kok bisa?
[caption caption="Buku Habibie dan Ainun (File)"]
Acuan saya ke Pak Habibie adalah bahwa beliau pernah menjadi Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya penggagas berdirinya Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI). Hendaknya pemain utama laki-laki dan perempuan di film, adalah sepasang suami isteri. Sulit. Ya, memang terlalu ideal.Tetapi itulah syarat sebagai pemain film yang menokohkan seorang Muslim BJ Habibie.
Kedua, film yang ditayangkan "Tenggelamnya Kapal van det Wijk." Juga diangkat dari novel Buya Hamka.Seorang ulama besar di Indonesia.Tetapi saksikanlah poster filmnya. MasyaAllah.Buya Hamka tidak melihat poster filmnya itu, karena beliau sudah menghadap sang Khalik. Ia ulama besar. Penghormatan kepada ulama kita, harus disesuaikan dengan berbagai tindakan positip.HB Jassin yang sering disebut tokoh sasterawan Indonesia saja berdiri di depan ketika novel Hamka "Tenggelamnya Kapal van der Wijk," dituduh plagiat. "Hamka tidak plagiator," ujar HB Jassin.
Kesimpulannya, bagaimana pun bangsa Indonesia harus banyak belajar menghormati tokoh tokoh bangsa sendiri. Yang jelas di kedua film yaitu Habibie dan Hamka, pengarang novel adalah muslim sejati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H