Kalaulah saya mengatakan sedikit percaya, karena peristiwa yang benar, hanya kita peroleh dengan mengunjungi wilayah tersebut. Sudah tentu di sana membaca dokumentasi-dokumentasi dan melakukan wawancara di negara itu sendiri. Kesimpulannya, kita tidak bisa seratus persen mempercayainya hanya dengan membaca informasi dari Korea Selatan, Kantor Berita Perancis (AFP) dan Kantor Berita Inggeris (Reuter) atau sumber-sumber lainnya tanpa harus mengetahui peristiwa sesungguhnya. Apalagi sumber-sumber yang saya sebutkan tadi adalah sumber-sumber dari musuh Korea Utara itu sendiri.
Tentang ketimpangan informasi ini pulalah mengapa pada bulan Desember 1992, Pemimpin Kelompok Penerbitan Merdeka, B.M.Diah mengirim saya mengunjungi Rusia dan Irak. Dalam suratnya kepada Duta Besar Irak untuk Indonesia pada waktu itu (Yang Mulia Zaki al-Habba), B.M.Diah selain memperkenalkan saya sebagai wartawan Harian Merdeka, ia menulis bahwa banyak hal-hal yang perlu diketahui oleh masyarakat Indonesia mengenai negara Irak sebagai pejuang negara Dunia Ketiga. Di kalimat ini saja terlihat sangat jelas bahwa informasi yang saya peroleh langsung ke Irak seratus persen dapat dipercaya.
Laporan-lapran saya tentang kedua negara ini secara obyektif saya tulis di Harian Meredeka secara bersambung. Saya sepertinya sedikit puas dengan melihat langsung situasi di Rusia dan Irak secara langsung dan datang ke tempat-tempat yang saya tulis. Sudah tentu berbeda dengan leporan-laporan yang ditulis para wartawan kantor berita asing tersebut tentang Rusia dan Irak.
Secara ilmiah dapatlah kita katakan, fenomena ketimpangan arus informasi yang terjadi dalam komunikasi internasional terkait dengan sumber daya manusia dan infrastruktur yang mendukungnya.
Sejarah ketimpangan arus informasi ini berlangsung sejak lama dan saat ini masih mengalir tidak berimbang. Arus informasi lebih didominasi oleh negara barat yang mengalir ke negara-negara berkembang. Negara maju menjadi pemimpin dalam komunikasi internasional. Hal ini memang disebabkan karena sumber daya manusia dari negara maju lebih dianggap memiliki nilai plus dibandingkan sumber daya dari negara berkembang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI