Kita prihatin dengan korupsi yang terus menerus terjadi di negara kita. Lihatlah dalam kenyataan, bagaimana para pejabat yang dulunya kita anggap bersih, harus berurusan dengan KPK. Akhirnya dimasukkan dalam tahanan. Itulah sebabnya ketika International Monetery Fund (IMF) memberikan rekomendasi kepada Tiongkok bahwa mata uangnya, akan resmi menjadi mata uang internasional dan sejajar dengan dollar AS, kita sedikit trenyuh di hati ini. Karena bagaimana pun jika kita bicara IMF mengenai negara kita, sudah tentu kita bicara utang. Tidak lain dari itu.
Tentu kita masih ingat peristiwa tahun 1998, saat kita membuat Letter of Intend (LoI) dengan IMF. Kemudian dari LoI ini, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 1998 tertanggal 21 Januari 1998 yang isinya menghentikan pemberian bantuan keuangan kepada PT.IPTN dan menghentikan pemberian fasilitas kredit yang dijamin pemerintah kepada PT.IPTN.
Artinya, pemerintah tidak dibenarkan, kalau mau menerima dukungan IMF, menyalurkan satu sen dollar pun kepada IPTN. Padahal IPTN itu menjadi pusat unggulan teknologi tinggi itu masih banyak memerlukan kucuran dana dari pemerintah. Waktu itu PT.IPTN berhenti beroperasi dan banyak di antara ahli-ahli pesawat kita lari mencari kerja di luar negeri.
Sekarang nampaknya industri pesawat kita mulai bangkit lagi. Hal ini dapat kita ketahui dalam beberapa berita perkembangan teknologi kita baru-baru ini. Tetapi sebagai catatan, industri pesawat kita juga harus berbenah diri. Dulu kita masih ingat bagaimana Menhankam/Panglima ABRI M.Jusuf enggan membeli pesawat buatan kita sendiri (lengkapnya baca buku Rais Abin, Panglima Pasukan PBB di Timur Tengah yang saya tulis).
Kami memiliki keprihatinan mendalam mengenai masalah ini. Ini pula yang melahirkan tekad kami untuk melakukan sesuatu secara kongkrit untuk bangsa dan negara Republik Indonesia. Kami sangat peduli dengan perkembangan yang terjadi.
Sebelum kami berpisah waktu itu, saya memberikan sebuah buku komik BM Diah kepada anak laki-lakinya BM Diah, Nurman Diah. Buku ini berdasarkan buku Buir-butir Padi B.M.Diah yang saya tulis. Berbicara tentang sekitar peranan B.M.Diah di Rumah Maeda bersama Soekarno-Hatta dan para pejuang kemerdekaan lainnya, malam hari pada 16 Agustus 1945.
Juga saya menitip salam kepada sang ibu Nurman Diah (waktu ini ibu Hera masih hidup, berusia 98 tahun), Herawati Diah. Ia sangat setia mendampingi suaminya BM Diah. Ia ikut mendirikan Koran Merdeka bersama suaminya BM Diah, di samping mendirikan dan memimpin Koran The Indonesian Observer tahun 1955 dan Majalah Keluarga.
[caption caption="B.M.Diah (Tempo.com)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H