Irak sudah hancur akibat serangan pasukan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, termasuk Inggris. Peta politik sudah berubah di tanah berdomisilinya Sahabat Nabi Muhammad SAW, Ali r.a. Juga tempat Husein, anaknya Ali r.a dipotong lehernya. Kepalanya dijadikan permainan bola, ditendang ke sana ke mari oleh kaki-kaki kuda musuh. Memilukan dan menyedihkan. Tetapi Allah SWT berkehendak atas sesuatu.
[caption caption="Tony Blair (Foto: CNN Indonesia)"][/caption]
Pada September 2014 ketika saya ke Irak untuk kedua kalinya, saya masih melihat tumpukan tanah di sana sini di dekat Bandara Baghdad. Ini adalah akibat serangan udara pasukan AS dan sekutunya, termasuk Inggris. Betapa dahsyatnya serangan itu, sehingga memunculkan bekas-bekas tak terlupakan. Inilah warisan yang ditinggalkan oleh pasukan AS dan sekutunya, yang kemudian memunculkan apa yang dinamakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS/Islamic State of Iraq and Sham).
Munculnya ISIS setelah Irak dihancur-leburkan. Setelah Saddam Hussein, Presiden sah di negara itu digantung. Munculnya ISIS pun mengagetkan kita. Tiba-tiba muncul saja di tengah-tengah kota Baghdad, paling banyak di Tikrit, di tempat kelahiran Saddam Hussein. Dapat kita saksikan, pasukan ISIS itu memiliki dana yang jumlahnya sangat besar. Seperti di film Aladdin, tiba-tiba mereka muncul di tengah-tengah negara Irak, lengkap dengan senjata, di mana kendaraan mewahnya berasal dari Asia, juga di Suriah, mereka tiba-tiba sudah mengakar saja di sana. Saya melihatnya suatu keanehan, jika tidak ada negara yang mendukung.
Pengamat-pengamat mengatakan, bukankah ini pekerjaan AS ? Tetapi kenapa AS juga berusaha mati-matian menghancurkan ISIS. Apakah ini hanya slogan saja, lain perkataan, lain perbuatan. Tidak seorang pun yang tahu karena sudah memasuki ranah intelijen. Serba tidak jelas, serba abu-abu.
Posisi kekuatan pun berubah seketika, ketika Rusia membantu Suriah. Selanjutnya mendukung Iran dan Irak sekarang ini. Seperti kita ketahui di Irak sekarang, kelompok Muslim Siah kembali berkuasa setelah Saddam Hussein (Sunni) tumbang. Di Iran sudah jelas yang muncul di sana Muslim Siah, begitu pula di Suriah. Jika kita simpulkan, Rusia memang sangat cantik berstrategi. Negara itu sudah jelas tidak memakai konsep yang sama dengan AS yang mendukung Sunni, tetapi suatu kesalahan besar ketika akhirnya, negara itu sendiri yang menghancurkan kekuatan Saddam Hussein, seorang Sunni.
Awalnya Presiden Saddam Hussein didukung oleh AS untuk naik ke puncak kekuasaan di Irak. Sejarah telah mencatat hal itu. Tidak dapat diragukan. Lama kelamaan sikap AS berubah setelah Irak menyerang Kuwait. Setelah itu AS berubah sikap terhadap Irak. Bahkan di dua kepemimpinan Amerika Serikat, George Bush (Ayah) dan George Bush (anak) niat menghancur-leburkan Irak sudah nampak. Tidak salah jika AS tahu betul kekuatan persenjataan Irak, bagaimana pun sewaktu masih didukung AS, persenjataan Irak banyak dibantu AS.
[caption caption="Buku saya "]
[caption caption="Ingat Keluarga Bush, Ingat Irak (Reuter)"]
Lengsernya Saddam tidak juga membuat Irak damai. Peperangan demi peperangan terjadi di negara itu, salah satunya adalah konflik sektarian yang memakan banyak korban jiwa. Berbagai kelompok militan muncul, salah satunya al-Qaeda dan belakangan adalah ISIS.
Blair mengaku tidak tahu dampak invasi itu akan sangat parah dan berkepanjangan. "Saya meminta maaf untuk kesalahan dalam perencanaan dan, tentu saja, kesalahan kami dalam memahami apa yang akan terjadi setelah kami menggulingkan rezim." Kata “kesalahan kami,” apakah sudah membawa nama AS ? Atau menunjuk kepada Inggris saja? Boleh jadi memang perlu AS juga meminta maaf.
Terlepas dari itu semua, saya ingin mengatakan bahwa mantan Menteri Luar Negeri RI Ali Alatas benar. Ucapannya menjadi dasar berpijak Kebijakan Luar Negeri Indonesia waktu itu. Ali Alatas pada hari Senin, 25 Februari 1991 mengingatkan AS dan sekutunya agar jangan mencoba invasi atau menggulingkan pemerintahan Irak.
“Tujuan utama resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah penarikan mundur pasukan Irak dari Kuwait dan mengembalikan pemerintahan Kuwat yang sah. Tetapi karena tujuan perang ini menghendaki Kuwait tidak hancur, maka jangan buat Irak hancur. Bukan kehancuran Irak yang dikehendaki, bukan pula penyerahan Irak, tetapi pengusiran Irak. Penghancuran pemerintah Irak tidak termasuk dalam resolusi PBB,” kata Ali Alatas.
Di sinilah letak kepiawaian Ali Alatas sebagai Menlu RI. Sayang sikap ini berubah di masa selanjutnya. Kita pun semakin bertanya-tanya, di mana posisi Indonesia melihat Irak? Apakah kita masih non-blok ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H