[caption id="attachment_412440" align="aligncenter" width="240" caption="Presiden Soekarno tiba di KAA, Bandung, 1955 (Foto:Xinhua)"][/caption]
Peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60 di Bandung telah usai. Para delegasi sudah kembali ke tempatnya masing-masing. Sebagai bangsa Indonesia tentu kita merasa bangga. Pernah mempersatukan bangsa Asia-Afrika yang pada waktu itu mendorong agar penjajah keluar dari wilayah jajahannya. Apalagi banyak yang dikembangkan dalam pertemuan ini, terutama kerja sama Parlemen negara Asia Afrika. Ingin mereformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Secara politik, Indonesia ingin menempatkan Duta Besarnya di Palestina. Sementara Duta Besar Palestina di Indonesia sudah lama ditempatkan di Jakarta.
[caption id="attachment_412474" align="aligncenter" width="480" caption="Bung Karno mengajarkan duduk sama rendah, berdiri sama tinggi (Foto:Dokumentasi)"]
Perkembangan dunia dulu berbeda dengan sekarang. Dulu, negara Asia-Afrika masih banyak terjajah. Lama kelamaan bangkit dan satu persatu melepaskan diri dari penjajahan. Indonesia berdiri paling depan. Dari Asia-Afrika kemudian melahirkan Gerakan Non-Blok. Tetapi lama kelamaan, kembali dijajah dalam bentuk baru, imperialisme baru.
Sebagai negara penggagas, Indonesia kemudian mengalami permasalahan dalam negeri. Soekarno ditahan rumah. Ajaran-ajarannya dibumihanguskan. Foto-fotonya tidak boleh dipasang di dinding. Masa pemerintahan Soekarno berakhir. Kemudian muncullah masa Soeharto. Ia adalah seorang militer, yang kemudian untuk memberangus Partai Komunis Indonesia (PKI) ke akar-akarnya, memang seorang mantan militer dibutuhkan menempati posisi menteri, gubernur, bahkan hingga ke aparat desa.
[caption id="attachment_412479" align="aligncenter" width="318" caption="Soekarno-Soeharto"]
Cara memodernisir negara, Indonesia berbeda dengan Tiongkok. Tiongkok dalam memodernisir ajaran-ajarannya lebih baik. Jika dilihat bagaimana cara negara itu dengan dogmanya dibanding sekarang jauh berbeda. Sekarang Tiongkok bisa menyamai Amerika Serikat di bidang ekonomi. Juga kekuatan di bidang lainnya. Indonesia seperti ada rantai yang putus antara Soeharto dan Soekarno.
[caption id="attachment_412476" align="aligncenter" width="274" caption="Soekarno-Kennedy: buat Soekarno kedudukan sejajar diutamakan (Foto: dokumentasi)"]
Terlepas dari siapa yang menang dalam mempengaruhi Indonesia, apakah Amerika Serikat, Rusia (dulu Uni Soviet) atau Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang jelas Amerika Serikat satu langkah lebih unggul. Sebagaimana yang pernah saya informasikan ke Radio El-Shinta ketika diwawancarai pada hari Minggu, 19 April 2015 pukul 10.00 WIB, Amerika Serikat sudah berencana masuk Indonesia sekitar tahun 1960-an, saat terjadinya perang antara daerah Sumatera Barat melawan pusat (1958-1961). Amerika Serikat awalnya memang membantu apa yang dinamakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), tetapi lama kelamaan menghentikan bantuannya. Apakah hal ini berkaitan dengan tidak diterimanya usul agen intelijen Amerika Serikat (CIA/ Central Intelligence Agency) agar PRRI membakar minyak Caltex di Riau?
[caption id="attachment_412481" align="aligncenter" width="280" caption="Soekarno ketika senja telah datang (Foto:Dokumentasi)"]
Memang CIA pernah bertemu Maludin Simbolon (Menteri Luar Negeri PRRI) di Singapura dan meminta PRRI meledakkan minyak milik Amerika Serikat (Caltex) di Riau. Jika berhasil diledakkan, Amerika Serikat bisa berdalih bahwa kepentingannya terganggu dan bisa mengirim pasukan ke Riau. Simbolon menolak. Menurut saya, nasionalisme Simbolon masih kuat.
Masalah berikutnya Papua. Ketika terjadi pembebasan Irian Barat (nama Papua waktu dulu) , kekuatan Uni Soviet sudah bersiap-siap di perairan dekat Papua. Hal ini dijadikan "senjata" oleh Menteri Luar Negeri RI Adam Malik menekan Amerika Serikat agar mendesak Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia. Diplomasi Adam Malik berhasil. Irian Barat kembali ke pangkuan RI. Bukan tidak ada yang diminta oleh Amerika Serikat. Negara itu minta agar komunis dibubarkan di Indonesia. Oleh karena itu secara tidak langsung saya menyimpulkan, ada kaitan pembubaran PKI dengan janji Indonesia kepada Amerika Serikat tentang Papua.
[caption id="attachment_412484" align="aligncenter" width="259" caption="Papua (Foto: Istimewa)"]
Sekarang kita kembali ke Peringatan Konferensi Asia Afrika. Penekanan masalah Palestina ikut dibicarakan. Permasalahannya memang rumit, karena bagaimana pun Israel merupakan "anak kesayangan" Amerika Serikat. Selama Amerika Serikat ingin melihat dunia ini akan lebih baik, amat mudah menciptakan perdamaian antara Israel dan Palestina. Tetapi jika tidak, perdamaian antara Palestina-Israel tidak akan tercapai. Meski Indonesia dan seluruh dunia menganggap Palestina sudah merdeka, jika Amerika Serikat tidak diikutsertakan, hasilnya akan nihil.
[caption id="attachment_412486" align="aligncenter" width="275" caption="Bung Karno Berpidato di PBB. Telah lama mengkritisi PBB. Hasilnya nihil (Foto:Dokumentasi)"]
Tentang Perserikatanya Bangsa-Bangsa (PBB), apakah negara-negara pemenang Perang Dunia II mau melepaskan hak istimewanya? Menyerahkan kepada negara lain ikut serta mengelola badan dunia itu. Lebih tegas, bersedakah Amerika Serikat berlaku adil karena negara itulah penyumbang dana terbesar untuk PBB. Semua ini memang dibutuhkan keadilan dari Amerika Serikat. Dibutuhkan kaji ulang tentang peran negara itu setelah Irak atau negara-negara lain tidak diatasnamakan sebagai imperialisme baru.
[caption id="attachment_412488" align="aligncenter" width="275" caption="Gempuran ke Irak (Foto:Istimewa)"]
[caption id="attachment_412490" align="aligncenter" width="620" caption="Presiden sah Irak Saddam Hussein, diadili dan digantung (Foto:AFP)"]
[caption id="attachment_412491" align="aligncenter" width="276" caption="Bung Besar Indonesia (Soekarno) telah pergi sewaktu tahanan rumah (foto:Dokumentasi)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H