Minggu lalu saya bertemu dengan Prof Dr Mochtar Naim. Saya bertemu pertama kali itu dalam rapat kepanitiaan yang ingin membentuk Daerah Istimewa Minangkabau. Saya mengenal pertama kali Pak Mochtar Naim melalui buku yang ditulisnya, di mana pada tahun 1977 hingga 1978, saya memakai referensi untuk lulus ujian sebagai Sarjana Muda Hukum Universitas Cenderawasih, Papua. Menariknya, sudah lama saya membaca buku beliau, baru saja saya bertemu seminggu yang lalu di Jakarta. Ketika saya direkrut jadi panitia, saya langsung setuju, karena bagaimana pun Minangkabau memiliki ciri-ciri khas untuk dikatakan sebagai Daerah Istimewa Minangkabau.
Bagaimana pun menulis tokoh-tokoh, kita lama-lama mengetahui apa yang dilakukannya untuk bangsa dan negara. Untuk kepentingan bersama, tanpa mengkultus-individukan seseorang di tengah tengah arus perjalanan zaman.Minimal dalam agama, sebuah ibadah menulis hal-hal yang baik dari mereka.
Adalah Achmad Tirtosudiro (Penerbit PT.Intermasa, 1992), seorang militer, sekaligus tokoh Himpunana Mahasiswa Islam (HMI). Menarik untuk disimak dari tokoh HMI tersebut adalah kedisiplinannya. Ketika saya bersama dua orang penulis lainnya, Ahmad Zacky Siradj mantan Ketua Umum PB.HMI dan Toto Izul Fatah adalah kedisiplinanya dengan waktu. Ketika kami bertiga ke Bandung dari Jakarta, janji bertemu dengan Pak Achmad terlambat hanya beberapa menit.Ajudannya mengatakan beliau sudah tidur. "Besok saja buat janji," ujarnya melalui ajudan. Hanya beberapa menit kami terlambat, beliau tidak ingin menemui. Alhamdulillah masih ada seorang tokoh HMI/militer yang berpendirian seperti ini.
[caption id="attachment_410540" align="aligncenter" width="427" caption="Buku:"][/caption]
Berikut tokoh Burhanudin Mohamad Diah (B.M.Diah). Saya mengusulkan penulisan buku ketika bergabung dengan Kelompok Harian Merdeka (Majalah Topik) sebuah penerbitan bersejarah, di mana Harian Merdeka terbit pada 1 Oktober 1945. B.M.Diah merupakan sosok yang tegas. Ia berhasil menjadi tokoh penting di mata para duta besar. Siapa pun duta besar yang ingin bertugas di Indonesia, ia bertemu dengan B.M.Diah. Pun ketika habis masa jabatannya di Indonesia.
Sepanjang sejarah keberadaan Merdeka pada zamannya (sejak 1945), B.M.Diah sangat konsisten dengan garis politik surat kabar itu.B.M.Diah sangat dekat dengan Bung Karno. Hanya ia tidak bisa berbuat apa-apa ketika masyarakat menghujat Bung Karno. Tetapi ketika Bung Karno meninggal dunia, B.M.Diah menulis khusus untuk Bung Karno. Kunjungan B.M.Diah ke Moskow dan wawancara dengan Mikhail Gorbachev di Kremlin pada 21 Juli 1987 dianggapnya sebagai mahkota sebagai wartawan.
[caption id="attachment_410550" align="aligncenter" width="211" caption="Buku Gunawan Satari"]
Berikut buku Prof.Dr.Ir Gunawan Satari yang adalah orang yang gigih menggapai panggilan hatinya untuk menjadi pendidik di beberapa sekolah menengah hingga pendidikan tinggi. Buku ini juga menggambarkan Gunawan Satari sebagai sosok ahli pertanian lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang selalu membantu pemerintah dalam masalah pangan. Kepedulian Gunawan terhadap masyarakat pertanian, peternak dan nelayan.Beliau adalah juga Sekretaris Menteri Negara Riset dan Teknologi yang waktu itu diemban Prof.Dr.Ing.B.J.Habibie.
[caption id="attachment_410553" align="aligncenter" width="378" caption="Buku Jenderal Basoeki Rachmat dan Supersemar"]
Jenderal TNI Basoeki Rachmat adalah seorang sangat penting di balik lahirnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar). Hubungan baiknya dengan Presiden Soekarno dan Jenderal Soeharto memuluskan jalan bagi dirinya untuk selalu dipercaya. Ia lebih senior dalam kepangkatan dibanding kedua jenderal lain, Amirmachmud dan M.Jusuf. Sayang sekali di dalam buku ini tidak terungkap di mana Supersemar yang asli.
[caption id="attachment_410554" align="aligncenter" width="420" caption="Buku Saddam Hussein"]