Nama Ahmad Husein tidak dapat dilepaskan dari sebuah gerakan yang pernah menggegerkan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yaitu dengan berdirinya "pemerintahan tandingan," Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia pada tanggal 15 Februari 1958 di Padang, Sumatera Barat. Dulu namanya masih Sumatera Tengah. Dialah salah seorang putera Sumatera Barat yang berani mengultimatum pemerintah pusat agar mau memenuhi beberapa tuntutan daerah dan peristiwa ini merupakan peristiwa paling serius dan terbesar, baik dalam skala waktunya, maupun pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
Tanggal 28 November 1998, saat salah seorang putera terbaik bangsa ini (Ahmad Husin) kembali kehadirat Illahi Rabbi, dan dimakamkan di makam pahlawan Kuranji, Padang. Sejarah PRRI kembali diingat. Saya hanya menyimpulkan, ketika seorang Ahmad Husein dimakamkan di Makam Pahlawan, ia bukanlah pemberontak. Hal ini sesuai dengan pernyataannya kepada saya di akhir-akhir hayatnya, yang pada saat itu saya menjenguk di rumahnya di Jakarta, mengatakan:"Saya bukan pemberontak. Saya hanya mengingatkan Presiden Soekarno tidak terlalu dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI)."
Ahmad Husein masih sempat menyaksikan pembubarakan PKI sehari setelah penyerahan Supersemar 11 Maret 1966. Ada kelegaan yang sangat besar di wajahnya, ketika pembicaraan, meski terbata-bata, bahwa PKI telah dibubarkan. Ada kepuasan batin yang ia rasakan saat menyongsong kematiannya. Mengapa tidak, karena perang antara daerah (Padang) dan Pusat, ketika ultimatum Ahmad Husein ditolak pemerintah Indonesia, berlangsung sejak bulan Maret 1958 hingga Agustus 1961. Cukup lama hingga akhirnya Presiden Soekarno memberi maaf (amnesti) dan Ahmad Husein dimakamkan di Makam Pahlwan Kuranji, Padang.
Buat seseorang, sejarah ini perlu ditelaah kembali. Bagaimana pun juga, ketika Sumatera Barat sekarang ini sedang berjuang menjadikan daerah itu sebagai Daerah Istimewa Sumatera Barat, perlu sekali sejarah ini dikaji ulang. Apalagi dalam sejarah Indonesia modern, tanggal 19 Desember 1948 dijadikan sebagai Hari Bela Negara, karena tanggal itu masyarakat Bukittinggi khususnya dan Sumatera umumnya bertekad melanjutkan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan meski Preiden dan Wakil Presiden RI ditahan Belanda.
Kembali ke masalah PRRI, perlu juga kita mengenal tokohnya Ahmad Husein. Yang jelas ia adalah seorang militer. Menduduki posisi penting dalam militer. Ketika masa proklamasi hingga tahun 1950 menjabat Komando Resimen TNI Harimau Kuranji di Padang Area. Tahun 1956-1958, Panglima Komando Daerah Militer/Penguasa Perang Daerah Sumatera Tengah merangkap Ketua Dewan Banteng, sebelum berstatus sebagai tahanan politik pada tahun 1961-1965.
Sejarah PRRI berawal dari pernyataan "Piagam Perjuangan," sebuah ultimatum Ahmad Husein sebagai Ketua Dewan Perjuangan yang dibacakan Kolonel Simbolon pada tanggal 10 Februari 1958. Piagam tersebut berisi sejumlah tuntutan yang ditujukan kepada Presiden Soekarno agar "bersedia kembali kepada kedudukannya yang konstitusional dan menghapuskan segala tindakan yang melanggar Undang-Undang Dasar serta membuktikan kesediaannya itu dengan kata dan perbuatan."
Tuntutan itu dirinci sebanyak lima butir, antara lain:
1. Supaya Kabinet Djuanda dibubarkan dan mengembalikan mandatnya kepada Presiden.
2. Agar dibentuk Zaken Kabinet Nasional di bawah suatu panitia pimpinan Mohammad Hatta dan Hamengkubuwono IX.
3. Agar kabinet baru diberi mandat sepenuhnya untuk bekerja sampai pemilihan umum yang akan datang.
4. Agar Presiden Soekarno/Pj.Presiden membatasi diri menurut konstitusi.