Mohon tunggu...
Daryani Lktanjung
Daryani Lktanjung Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

memasak, menulis, berenang, bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Pandemi sebagai Ujian Kehendak dan Penghargaan terhadap Kehidupan

7 Januari 2025   19:19 Diperbarui: 7 Januari 2025   19:19 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman abad ke-19, dikenal dengan pandangannya yang tajam dan berani terhadap kehidupan, moralitas, dan eksistensi manusia. Dalam banyak karya-karyanya, Nietzsche mengajukan konsep-konsep revolusioner yang menggugah cara kita melihat diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita. Salah satu tema utamanya adalah kehendak untuk berkuasa (der Wille zur Macht) dan bermensch (Manusia Super), serta ide tentang nihilisme dan penciptaan nilai. Dalam artikel ini, kita akan membahas sebuah peristiwa nyata yang mengguncang dunia: pandemi COVID-19, dan bagaimana peristiwa tersebut dapat dipahami melalui kacamata filsafat Nietzsche.

Pandemi COVID-19: Kehidupan dalam Ketidakpastian

Sejak akhir tahun 2019, dunia dikejutkan dengan kemunculan pandemi COVID-19. Virus ini menyebar dengan cepat, menyebabkan penderitaan massal, ribuan kematian, serta perubahan drastis dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya di seluruh dunia. Pembatasan sosial, penutupan perbatasan, pekerjaan dari rumah, isolasi diri, dan krisis kesehatan mental adalah beberapa dampak yang langsung dirasakan oleh banyak orang. Pandemi ini, lebih dari sekadar krisis kesehatan, menjadi peristiwa global yang menguji daya tahan manusia, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial.

Namun, di balik keterbatasan dan kesulitan yang dihadirkan oleh pandemi, terdapat juga potensi untuk merefleksikan kembali makna hidup, perjuangan individu, dan penciptaan nilai baru. Pandemi ini, dalam konteks Nietzschean, bisa dilihat sebagai sebuah ujian besar terhadap kehendak untuk berkuasa manusia, kemampuan untuk bertahan dan berkembang meski dihadapkan pada tantangan yang luar biasa.

Kehendak untuk Berkuasa: Mengatasi Rasa Takut dan Ketidakpastian

Friedrich Nietzsche menekankan bahwa kehendak untuk berkuasa adalah dorongan utama dalam kehidupan manusia. Bukan berarti keinginan untuk menguasai orang lain, tetapi dorongan untuk mengatasi segala hambatan, memperluas kapasitas diri, dan melampaui batasan-batasan yang ada. Dalam kerangka ini, pandemi COVID-19 bisa dilihat sebagai suatu ujian yang menguji seberapa besar kemampuan manusia untuk bertahan hidup, beradaptasi, dan terus bergerak maju di tengah kesulitan.

Pandemi membawa banyak ketakutan: ketakutan akan kematian, ketakutan akan kehilangan pekerjaan, ketakutan akan penyakit, dan ketakutan akan masa depan yang tidak pasti. Bagi banyak orang, perasaan ini dapat mengguncang dan menurunkan semangat hidup. Namun, Nietzsche mengajarkan kita bahwa dalam setiap pergulatan ada potensi untuk menemukan kekuatan yang lebih besar. Kehidupan yang penuh dengan kesulitan adalah medan latihan yang memungkinkan individu untuk menemukan kekuatan dalam dirinya yang sebelumnya tak terduga. Dalam menghadapi pandemi, mereka yang mampu mengatasi ketakutan dan keterbatasan, serta terus berjuang untuk hidup, dapat menciptakan kekuatan baru dalam diri mereka.

Misalnya, di tengah pembatasan sosial dan ketidakpastian ekonomi, banyak individu yang menemukan cara baru untuk berkreasi, bekerja dari rumah, atau memperkuat hubungan pribadi. Sebagian orang menemukan makna dalam solidaritas sosial, bekerja bersama untuk saling mendukung, dan memerangi rasa kesepian dengan cara-cara inovatif. Inilah contoh nyata dari kehendak untuk berkuasa dalam menghadapi tantangan yang sangat besar.

Nihilisme: Krisis Makna dalam Pandemi

Pandemi COVID-19 juga menimbulkan fenomena nihilisme yang kuat. Nihilisme, dalam filsafat Nietzsche, adalah pandangan bahwa kehidupan tidak memiliki makna atau tujuan yang lebih tinggi. Di tengah krisis global ini, banyak orang merasa terputus dari makna tradisional kehidupan---kehidupan yang biasanya dipenuhi dengan rutinitas sosial, pekerjaan, dan aktivitas sehari-hari. Pandemi memaksa banyak orang untuk menghadapi kenyataan pahit bahwa banyak hal yang dianggap pasti sebelumnya kini tidak dapat dijamin lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun