Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Neno Warisman Membaca Puisi Doa, Pamflet Politik atau Orasi Puitik?

26 Februari 2019   13:54 Diperbarui: 26 Februari 2019   14:17 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sedang orasi panjang lebar dari Neno (sekitar 9 menit penayangan) memang terselip beberapa doa, namun tak seberapa, yang panjang lebar adalah mengungkapkan "keunggulan kami" sebagai kelompok yang hebat, dan deskripsi panjang lebar dari "mereka" yang penuh hinaan, cacian dan fitnah. Sangat terasa Orasi Neno mengadu "mereka" dengan kuasa Allah melalui pamer keunggulan ketundukan "kami."

Minimnya kalimat permohonan, mengularnya  deskripsi terkait kami dan mereka. Menggiring kesan kita bahwa apa yang dilakukan oleh  Neno lebih bermaksud atau ingin menabur kesan utama tentang "Keunggulan kami" dan "jahatnya mereka" ini jelas promosi kecap poitik alias kampanye politik terkait pemim[in yang diidolakan "Kami"

Kita tentu tahu  jualan tagar  yang dilakukan Neno cukup tidak laku bahkan mengalami penolakan,  demikian juga jualan tiket surga dengan harga murah Rp. 5.000000,00 dihadapi dengan sikap skeptis masyarakat.

Sangat wajar jika kemudian Neno Warisman berfikir keras bagaimana namanya dapat melambung lagi. Boleh jadi munculah ide Jualan Doa, dan berbarengan dengan adanya kegiatan munajat 21 Februri 2019, ditulislah orasi politik dalam konstruk puisi dengan label munajad 212.

Kita memang tahu Neno adalah artis, dam juga dulu penulis mengenal Neno sebagai penyanyi, kalau tidak salah lagu yang melejitkan Neno di tahun 80 -an adalah lagu Matahariku (seingat saya isihya tentang kegagalan yang berulang). 

Namun jujur saya belum menemukan tulisan tulusan puisi Neno, atau pendek kata saya belum mengetahui Neno mempublikasika  puisi. Oleh karena itu menjadi maklum ketika ada yang bilang apa yang Neno baca (dari bagian puisinya) adalah doa terkait perang badar, artinya bisa saja Puisi Neno hanyalah kompilasi dari puisi puisi doa yang telah beredar.

Oleh karenanya ideom ideom atau simbolik simbolik yang digunakan juga terasa gado gado. Misalnya simbolik ujuntuk menggambarkan permohonan yang sangat digunakanlah "mengetuk ngetuk pintu langit" Sementara itu, kelaziman seruan untuk memohon sesuatu yang diwakili dengan Asma ul Husna sangat tidak nampak.

Dari puisi panjang Neno hanya Allah, Rab, Syakur yang muncul. Menyambut kemenangan pun dengan takbir bersahutan, bukan dengan bertasbih, hamdallah dan istighfar sebagaiman ada pada An Nashr. Diksi terasa hiperkorek, berlebihan.

Alur yang muter boleh jadi karena pengaturan kompilasi yang kurang tertata, dan pengambilan hal-hal yang sedang hangat di masyarakat sebagai contoh, shalawat di akhir puisi Neno, harus diakui seadang hangat karena baru di baca oleh Khofifah Indar Parawangsa saat Harlah Muslimat NU di Senayan.

Kembali pada pertanyaan asal, apakah yang dilakukan Nenoadalah baca puisi doa (munajat) pamfletb  politik, atau orasi puitik.? Jelas itu bukan puisi doa, karena terdapat komunikasi bukan hanya vertikal tetapi juga horisontal. Neno dapat dianggap membaca pammflet politik atau berorasi politik dengan pendekatan puitk. 

Artinya koar koar Neno sendiri untuk tidak dihalang-halangi, jangan dipolitisasi, faktanya Neno sendiri justru melakukan kampanye politik pada acara yang konon terkait dengan agama. Pilihan diksi Adil Makmur dan bukan Baldatun Thoyibstun Wa Robbun Ghofour untuk negara yang ingin tercipta tentu bukan tanpa alasan. Iya kan ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun