Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kehadiran Becak yang Dibutuhkan

20 Januari 2018   14:04 Diperbarui: 20 Januari 2018   14:24 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para orang tua, atau paling tidak yang seimuran dengan penulis, pasti sangat akrab dengan lagu tentang becak berikut :

"Becak becak
Tolong bawa saya

Saya mau tamasya
berkliling kliling kota
sambil melihat-lihat
pemandangan yang ada

Lihat becakku lari
seakan tak berhenti
becak-becang tolong hati hati"

Dan saat Remaja mengenal betapa gigihnya perjuangan abang becak, yang dikisahkan oleh Bimbo
"Abang becak-abang becak ditengah jalan
Putar-putar putara Carai mutan untuk mencari makan
Dari pagi hingga mentari terbenam..." dst.

Dua lagi di atas menunjukan paling tidak ada dua posisi becak dalam kehidupan kota jakarta, yakni sebagai sarana transportasi termasuk transportasi wisata, dan ke dua sebagai sandaran hidup untuk mencari nafkah bagi kelompok masyarakat tertentu.

Dua fungsi tersebut telah berahir dengan program Jakarta bebas becak beberapa tahun lalu tepatnya sejak ditetapkannya Peraturan Daerah (Perda) DKI No 11/1988 tentang pelarangan becak beroperasi di Ibu Kota. Setelah tepat 20 tahun perda itu, mencuat Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk "menghudupkan" kembali becak di Jakarta, kembali mendapat perlawanan emosional dari para pemuja "kelancaran, kemewahan dan kehidupan serba wah". Alasan utama yang nampak sekali emosional adalah kambing hitam "becak penyebab kemacetan" sama seperti alasan untuk menancapkan "Jakarta Bebas Becak" dulu.

Sudah menjadi karakteristik has para pejuang neoliberalisme egoisme adalah keringan dunia ini diatur agar akselerasi penumpukan modal untuk mencapai kepuasannya bisa bergerak cepat. Semua penghalang harus disingkirkan bagaimanapun alasan dan caranya. Secara fisik dunia ini harus nampak kinclong dan tak ada kerikil segelintir pun di ruang gerak mereka. Pembongkaran, penggusuran bahkan pelenyapan apapun harus dilakukan, demi tatanan yang mereka inginkan. Bagi mereka deretan kotak kotak yang berbatas rigid adalah keindahan sesungguhnya, dibanding tetintegradinya berbagai bentuk, warna, dan gado gado kehidupan yang sejatinya adalah keniscayaan.

Oleh karena itu sangat wajar jika perilaku mereka setiap melihat hal yang tidak seragam, ada ketidak nyamanan, katakanlah crowded, satu kata yang dianggap solusi adalah "Bongkar", "Gusur" atau lenyap kan. Sebagai hasil proses berfikir instans yang dilandasi pandangan kacamata kuda, narrow vission akan pelangi kehidupan yang harmoni dan indah. Dengan paradigma demikian peluang peluang untuk lahirnya kesepakatan bersama atas musyawarah untuk mufakat sebagai landasan bergerak bersama buru buru disingkirkan, yang ditegakkan adalah mekanisme hukum rimba dengan andalan kekuasaan.

Ukuran kemajuan dari masyarakat eksklusif dengan hegemoni hidup serba cepat dan instant ini terletak apad jalan-jalan yang mulus dan lancar tanpa hambatan, kota-kota yang tertata rigid dan dan penuh kotak-kotak. Dan akan nampak disorot sebagai kemunduran jika ada bauran masyarakat yang mungkin terasa akan menghambar perjalanan hidup mereka, ada ide-ide yang ingin merobohlan dinding-dindingb pembatas kehidupan sosial. 

Oleh karena itu sangat wajar ketika Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sejak awal ingin menjadikan Jakarta sebagai kota bersama, dengan konsekuensi harus memberi peluang kepada semua komponen masuarakat untuk dapat berusaha, akan selalu mendapatakan perlawanan dari mereka yang tidak menghendakinya termasuk kebijakan Anies Baswedan untuk menghidupkan kembali becak di Jakarta.

Menghidupkan kembali operasional becak di Jakarta, penulis yakin bukan sebuah kebijakan yang lahir tanpa alasan. Berbeda dengan mereka yang mengkritik, yang mngkin tahunya daerah halus mulus tanpa hambatan, Gubernur Anies tentu sudah blusukan untuk melahairkan kebijakan itu. 

Sebagaimana keinginan gubernur Anoes yang akan kembali menghidupkan operasi becak di kampung-kampung, penulis memang melihat ada kebutuhan angkutan husus di daerah perkampungan yang perlu dipenuhi oleh kehadiran becak. Perkampungan Jakarta yang biasanya pada dan penuh anak bermain, sangat tidak nyaman untuk angkutan kendaraan bermotor, termasuk untuk angkutan barangnya.

KIta dapat melihat upaya untuk menjaga keamanan di perkampungan dan perumahan dari bahaya kendaraan bermotor dengan memasang "polisi tidur" 

Upaya ini disatu sisi dapat menghambat laju kendaraan bermotor, disisi lain memancing deru suara bermotor yang, disertai kepulan asap dari knalpotnya. Mekanisme ini jelas dilihat dari perspektik ekologis akan menaambah emisi gas hasil pembakaran yang tidak sepenuhnya berasal dari pembakaran bahan bakar sempurna. 

Mekanisme ini selain memperbanyak emisi paltikulat (bisa lgoma berat sejenis Pb, yang berwarna hitam), juka karbon dioksid yang mengancam global warming dan lebih membahayakan dari hal itu adalah emisi CO (karbon monoksida) dari deru kendaraan bermotor di perkampungan dan perumahan dengan barisan polisi tidur. Sebagaimana kita ketahui, afinitas CO kurang lebih 50 kali dibanding oksige terhadap Hb sehingga peningkatan emisi CO dari deru kendaran bermotor sangan membahayakan bagi kesehatan masyarakat kampung. atau perumahan.

Dengan demikian paling tidak ada dua nilai plus dengan dioperasikannya kembali becak di daerah perkampungan dan perumahan secara ekologis akan membantu mengurangi emisi polutan dari kendaraan bermotor, membantu menyehatkan lingkungan perkampungan dan perumahan, dan yang ke dua, memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat kelas bawah yang tidak memiliki pekerjaan. Sebagaimana kita maklumi bahwa kemiskinan di Jakarta sangat tinggi. 

Untuk lebih membuka lapangan pekerjaan, menurut hemat penulis, ada baiknya ditentukan pula saerah operasional becak di daerah-daerah wisata, misalnya, becak wisata keliling monas, becak wisata keliling Taman Mini, maupun di tempat-tempat wisata lainnya.

Dari uraian di atas, penulis sangat menyambut operasional kembali becak-becak di Jakarta, tentunya dengan pertimbangan yang tepat yang memang membutuhkan kehadiran becak, termasuk dalam upaya mengurangi emisi gas/partikulat dari kendaraan bermotor di wilayah perkampungan dan perumahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun