Partikel-partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu reaksi peradangan pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan menyebabkan gagalnya pernafasan.Â
Resiko komplikasi yang  ke dua adalah kerusakan jantung, dimana toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan menyebabkan peradangan otot jantung atau miokarditis.Â
Hal ini  ini dapat menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung, dan kematian mendadak. Selanjutnya yang berpotensi menjadi komplikasi yang  ke tiga adalah kerusakan saraf. Â
Terhadap sisem syaraf, toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta pembengkakan saraf tangan dan kaki. Paralisis pada diafragma akan membuat pasien tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau respirator.Â
Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak yang mengalami komplikasi umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit hingga 1,5 bulan untuk perawatan sehingga kondisinya selalu terpantau.Â
Sedangkan komplikasi terahir adalah  Difteri hipertoksik, yakni sangat banyak racun bakteri yang dihasilkan.  Ini merupakan komplikasi penyakit difteria yang sangat parah. Bahkan  difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal.
Dari uraian di atas nampaknya difteri bukanlah penyakit ringan, oleh karena itu, bagaimanapun juga, agaar tubuh kita memiliki daya tahan maka tindakan imunisasi adalah tindakan yang Langkah utama dalam pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DTP.Â
Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau batuk rejan. Sebenarnya, Vaksin DTP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia.Â
Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin sejenis Td pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan perlindungan yang optimal.
Pada kasus dimana imunisasi DTP terlambat diberikan, dapat dilakukan imunisasi kejaran yang diberikan tidak akan mengulang dari awal. Bagi anak di bawah usia 7 tahun yang belum melakukan imunisasi DTP atau melakukan imunisasi yang tidak lengkap, masih dapat diberikan imunisasi kejaran dengan jadwal sesuai anjuran dokter anak Anda.Â
Namun bagi mereka yang sudah berusia 7 tahun dan belum lengkap melakukan vaksin DTP, terdapat vaksin sejenis yang bernama Tdap untuk diberikan, jadi ayo imunisasi difteri !
Ditulis dengasn merujuk beberapa sumberÂ