Hari ibu (Mother Day)Â sebenarnya bukanlah monopoli perayaan nasional Indonesia saja. Sementara di Amerika dan lebih dari 75 negara lain, seperti Australia, Kanada, Jerman, Italia, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong, Hari Ibu atau Mother's Day (dalam bahasa Inggris) dirayakan pada hari Minggu di pekan kedua bulan Mei.Â
Di beberapa negara Eropa dan Timur Tengah, Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day diperingati setiap tanggal 8 Maret.
Di Indonesia, sebagaimana kita pahami, Peringatan Hari Ibu diselenggarakan pada tiap,tanggal 22 Desember. Penentuan Hari Ibu tanggal 22 Desember terkait dengan sejarah Kongres Perempuan Indonesia ke-1 diselenggarakan di Yogyakarta, Hindia Belanda (sekarang Indonesia) pada tanggal 22 hingga 25 Desember 1928.Â
Presiden Soekarno kemudian mengukuhkannya melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang Bukan Hari Libur tertanggal 16 Desember 1959, yang menetapkan bahwa Hari Ibu tanggal 22 Desember merupakan hari Nasional dan bukan hari libur.
Menurut sejarah, Kongres ini diikuti oleh 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera dan bertujuan memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan. Kongres Perempuan Indonesia pertama 1928 sering dianggap Momentum Kesadaran Kolektif Perempuan Indonesia untuk memperjuangkan hak-hak perempuan bersama-sama .
Dari tujuannya nampak jelas bahwa kongres merupakan kelanjutan dari Gerakanemansipasi yang dipelopori RA Kartini, dimana Hari Kartini diperingati tiap tahun pada tanggal 21 April, yang mengambil hari kelahiran RA Kartini yang lahir di Jepara Jawa Tengah tanggal 21 April 1879.Â
Kongres Perempoean hanyalah kelanjutan dari gerakan emansipasi RA Kartini sangat nampak pada rumusan hasil atau keputusan kongresnya yakni Kongres memutuskan: 1. mengirimkan mosi kepada pemerintah kolonial untuk menambah sekolah bagi anak perempuan;Â
2. pemerintah wajib memberikna surat keterangan pada waktu nikah (undang undang perkawinan); dan segeranya; 3. memberikan beasiswa bagi siswa perempuan yang memiliki kemampuan belajar tetapi tidak memiliki biaya pendidikan, lembaga itu disebut stuidie fonds dan ke 4. mendirikan suatu lembaga dan mendirikan kursus pemberatasan buta huruf, kursus kesehatan serta mengaktifkan usaha pemberantasan perkawinan kanak-kanak;
Dengan tujuan dan keputusan kongres yang tidak lebih dari apa yang diperjuangkan RA Kartini nampaknya peringatan Hari Ibu di Indonesia Hanyalah mubadzir belaka, sebab esensinya sudah tercakup dalam peringatan Hari Kartini.Â
Namun demikian jika kita saat ini menyatakan peringatan Hari Iu sia-sia belaka tentu akan banyak yang tidak terima, bahkan dengan alasan yang sungguh luhur, terkait dengan penghormatan kita terhadap ibu kita. Hari ibu di Indonesia seakan-akan adalah peringatan untun menghormati sosok mulia dimana Surga berda di telapak kakinya. Realitas seperti itu sangat nampak di setiap perayaan hari ibu.
Disekitar Hari Ibu, kita tidak sulit menemukan meme mendekap, menyuapi, memapah ibunda disertai dengan capsion "mengharu biru", Memikul Duwur, bahkan kalimah mulia "Al Jannatu tahta min aqdamil Umahat" atau terjemahannya, "Surga di bawah telapak kaki Ibu" Menurut hemat penulis tidak lebih dari apa yang biasa dikatakan sebagai "Salah Kaprah Bener Ora Lumrah" KIta beramai-ramai melakukan hal yang salah, tetapai ketika kita melakukan yang benar, tidak merayakan hari Ibu, maka Cap bahwa kita tidak lumarah, kita tidak wajar, dan bahkan sampai-sampai pada cap-cap kurang benar bahwa kita anak kurang ajar, tidak menghormati jasa Ibu. Jelas ini sangat tidak benar.
JIka toh kita bersikukuh merayakan hari Ibu terkait dengan Kongres perempuan, maka tema sentral disetiap perungatan hari Ibu adalah spsirit kolektef kaum wanita dalam berbangsa dan bernegara. Sedang kontens peringatannya fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi terutama terkait bagaimana secara kolektif kaum perempuan memperbaiki situasi dan kondisi bangsa itu. Sebagai nisal, saat ini sedang menyeruang kasus korupsi dimana faktanya baik pelaku, pendukung atau penikmat uang korupsi itu dilakukan oleh kaum Ibu, bahkan tidak jarang Ibu-ibu koruptor (istrinya) secara demonstratif memamerkan kekayaan yang justru semakin mempertegas pertanyaan uangnya dari mana ?
Terkait dengan kesadaran kolektif kaum Ibu dalam berbangsa dan bernegara, misalnya perayaan hari Ibu tahun ini difokuskan pada kesadaran kaum ibu untuk mencegah, tidak melakukan, tidak mendukung atau mendorong pihak lain (khusunya suami/keluarga) untuk melakukan korupsi. Karena korupsi juga sering dilakukan untuk "biaya cinta selingkuh', untuk perselingkuhan dalam berbagai bentuknya. maka perlu dibangkitkan pula kesadaran kaum ibu untuk tidak terlibat perselingkuhan.Â
Bahkan faktanya, korupsi juga seing dilakukan untuk "menyalurkan hasrat birahi" dengan PSK kelas atas yang tarifnya sekali kencan Short time ratusan juta, itu sungguh memerlukan kesadara kolektif kaum ibu, sebag kita tidak menutup mata, bahwa apa yang dilakukan oleh PSK didukung oleh lingkungan kaum Ibu sendiri yang enjadi "mami" alias germo.
Pada kesempatan lain dimana kita melihat begitu banyak naka-anak "tak terurus" karena Ibunya bekerja di luar rumah, maka hari ibu bisa saja bertema "gerakan Ibu bekerja di Rumah". Barangkali itulah beberapa catatan penulis terkait dengan Peringatan Hari Ibu. Kita harus meluruskan dan meberdayakan peringatan Hari Ibu agar peringatan hari Ibu tidak sekedar "salah kaprah bener ora lumrah".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H