Menjelang hari olag raga 9 September beberapa hari mendatang, dunia olah raga Indonesia diundung nasib tak untung dimana hasil SEA GAMES ke 29 di nrgara jiran Malaysia. Indonesia menunjukan terus merosotnya perolehan medal dan hanya peringkat ke lima di ajang multi event negara negara Asia Tenggara,
Banyak yang meyakini  jika prestasi olah raga terkait dengan prestasi ibunya olah raga, atletik. Atletik dipandang dan diakui sebagai ibu segala olah raga karena semua bentuk gerak manusia terdapat dalam atletik. Sedangkan orang yang menekuni atau membidangi dunia atletik biasa disebut dengan atlet atletik. Adapun dalam perlombaan atletik terdapat nomor-nomor yang di dalam lintasan (track) dan ada yang dilakukan di lapangan (field). Oleh karena itu atletik di Amerika dinamakan "Track and Field"
Pesta olah raga se Asia Tenggara,SEA Games yang ke 29 kali ini, penyelenggara mempertandingkan 38 cabang olahraga atau bertambah satu cabang dibandingkan pada edisi dua tahun lalu di Singapura. Jumlah cabang yang dipertandingkan sangat dipengaruhi keputusan tuan rumah saja, sangat wajar jika tuan ruma menghaeapkan fua sukses, sukses prestasi dan sukses penyelenggaraan. Oleh karena iru, sangat wajar jika cavang cabang penyedia jumlah medali banyak seperti atletik digarap serius oleh tuan rumah.
Pertanyaannya adalah, dengan prestasi cabang atletik di sea games ke 29, atau perolehan total medali di Sea Games dan Asian Games terahir (2014) indonesia mampu meraih ambisi sukses ganda, sukses penyelengaraan dan sukses prestasi pada penyelenggaraan Asian Games 2018 nanti ? Untuk menjawab pertanyaan itulah catatan kecil ini dibuat penulis.
Memang, untuk sukses sebagai penyelenggara dan prestasi sekaligus pada Asian Games 2018 Jakarta dan Palembang cukup berat mengingat prestasi di SEA Games 2017 Kuala Lumpur yang baru saja usai tak mendukung sebagai bekal ke perhelatan olahraga bangsa-bangsa se-Asia empat tahunan itu. Seperti kita mahfumi, pada ajanh Asian Games 2018, Indonesia menargetkan untuk finis sepuluh besar, dengan perhitungan harus mengantongi 15-20 medali emas. Dengan target ini nampaknya cukup muluk karena 2014 di Incheon, Indonesia hanya mampu mengumpulkan empat emas.
Penambahan 11 hingga 16 dengan tenggat waktu tinggal satu tahun ke depan tentu bukan hal mudah mengingat kemajyan pesat prestadi olah raga negara negara Asia lainnya. Jika kita betpatokan mengubah perak hasil Asian Games sebelumnya, perak Asian Games 2014 yang berjumlah empat keping, maka medali emas Asian Games 2018, menjadi 9 keping, masih dari target 15 - 20 medali emas. Oleh katena itu, cabang cabang gudang medali seperti atlitik dan renang juga cabang cabang prestasi dunia Indonesia , bulutangkis dan panahan perlu mendapat perhatian khusus.
Kenangan manis sukses menjadi tuan rumah dan prestasi memang pernah Indonesia alsmi saat menjadi tuan rumah Asian Games ke empat tahun 1962 dimana Indonesia memperoleh 21 medali emas, 26 perak dan 30 perunggu. Peringkat Indonesia melonjak dari 14 pada Asian Games III di Tokyo menjadi runner up dengan 11 emas, 12 perak, dan 28 perunggu. Pencapaian ini melampaui target yang dipatok, yaitu mencapai peringkat lima besar dalam kompetisi tersebut. Bahksn dprinter Indonesis, Mohammad Sarengat menyumbangkan dua medali emas dalam cabang lari 100 meter dan lari gawang 110 meter, serta medali perunggu di nomor 200 meter dan M Sarengatpun dinobatkan sebagai orang tercepat di Asia.
Belajar dari keuntungan menjadi penyelenggara Asian Games 1962 yang mampu mengubah perunggu menjadi emas, mestibya kita bisa mengubah 11 perunggu dan 5 perak yang diperoleh pada Asian Games 2014 menjafi 16 emas. Dengan demikian ditambah medali 4 medali emas yang dipetoleg maka target 20 emas mestinya dapat di raih. Bahkan jika menilik hasil Adian Games 1962 yang melampai target, hasil Asian Games 2018 sangat mungkin melampau target itu. Menurut hemat penulis, untuk majsud itu maka atlit, cabang dan nomor olah raga yang telah memperoleh medali di Asian Games 2014 perlu diperhatikan setius. Demikian juga cabang cabang prestasi dunia dan asia serta cabang cabang penyedia medali yang banyak.
Lebih dari itu, elit pimpinan nadional petlu belajar kepada bung Karno bagaimana membakar semangat juang tiap insan olah raga kita untuk bahu membahu untuk mengobarkan spirit Maju Terus dan Apin yang tak kunjung padam. Kita bisa melihat di ysia kenerdekasn yang baru menginjak 17 tahun, dalam suasana penuh gejolak Bung Karno mampu menggerakkan seluruh potendi yang ada, sehingga bervagai venue, sarana dan prasarana olah raga kelas dunia mampu dobangun.
Spirit api tak kunjung padam itu nampak ketika di tajun 1963, Indonesia mampu menyelenggarajan pesta olah raga multi even tingkat dunia sebagai tandingan olimpiade yang disebut Ganefo, Games of The New Gorce. Spirit penuh keyalinan dan kekuatan diri inilah yang harus kita semua miliki terutama insan Olah Raga Indonesia untuk meraih sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi pada Asian Games 2018 nanti. Dengsm demikuan sindiran Darurat Olah raga bisa secapatnya kita cabut.
Momen peringatan hari olah Raga Nadional 9 September 2017 dapat kita gunakan untuk menyalakan tekad kita mencabut statud darurat olah raga bagi Indonesia.
Penulis adalah mantan atlet atletik UGM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H