Berbicara masalah  ketupat (kupat) dalam wacana  jawa, ada tembang mocopat yang liriknya seakan serem tetapi sebetulnya bercerita tentang ketupat, yang dibelah ` Mari kita renungkan lirik tembangnya :
 Paman-paman apa wartane ing ndalan,
ing dalan akeh wong mati,
dipun kani aya,
tinigas pedhang ligan,Â
ing jaja terusing gigir,
akari raga,
badan kari ngalinting.Â
Berita apa yang ada sepanjang jalan, sepanjang jalan banyak orang mati karena dianiayadengan pedang dari dada hingga punggung tubuh tinggalah selongsong yang berkerut, Sepertinya kabar tentang korban-korban tak bernyawa, tetapi ketika kita membaca gatra terahir, badan tinggal menggulung (ngalinting), tentu yang dimaksud bukan badan manusia  yang mengelinting tentu sesuatu yang berbentuk lembaran tipis,  untuk jelasnya ngalinting papir (nginting kertas berisi tebako untuk dijadikan semacam rokok. Â
Pada lirik di atas adalah cerita tentang ketupat, yang disuguhnkan dengan dibelah dari atas hhingga bawah dan terbagi dua lalu diiris iris (tinigas pedhang ligan, ing jaja terusing gigir), sehingga tinggal selongsongnya, yang terbuat dari janur, dan akan mengelinting, menggulung kering ahibat panas matahari.Â
Tembang diatas adalah contoh tembang Macapat yang tergolong tembang Durma. Â Seperti kita pahami, bahwa Durma juga bisa diartikan sebagai darma, yaitu sifat ingin memberi atau berderma yaitu keinginan untuk menolong sesamanya yang sedang dalam kesulitan. Â Durma juga menyiratkan hubungan yang sangat erat antar manusia sebagai makhluk sosial. Dalam menjalankan kehidupannya, manusia senantiasa memiliki ketergantungan pada manusia lainnya. Dengan adanya ketergantungan tersebut, maka setiap individu dituntut untuk bertanggung jawab terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Terutama tanggung jawab dalam mengemban tugas.Â