Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Ketupat?

6 Juli 2016   06:18 Diperbarui: 6 Juli 2016   08:56 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam arti nilai-nilai profesionalisme benar-benar dijunjung tinggi.Tanggung jawab akan melahirkan rasa aman sekaligus rasa percaya terhadap diri sendiri ataupun orang lain. Dengan bertanggung-jawab hubungan antara sesama manusia menjadi serasi dan harmonis, sehingga menghilangkan rasa saling curiga dan buruk sangka. Dengan demikian maka  hubungan yang dilandasi saling percaya, saling ketergantungan, saling bertanggung-jawab serta memiliki keterikatan yang kuat akan menjauhkan manusia dari segala permusuhan. 

Lirik tentang “nasib ketupat” pada tembang Durma di atas, mengisyaratkan kepada kita, bahwa sebuah interaksi harus disikapi dengan cerdas, fikiran dingin, tanpa sak wasangka. Sikap su’udhon memaknai lirik Durma di atas akan gagal paham dan bahkan dapat tersesat. Kita mungkin akan tersesat fikir bahwa Si Paman meberi kabar tentang pembunuhan masala, padahal yang dimaksud adalah pesta ketupat, yang terkontek dengan masa iedul fitri seperti sekarang ini. 

Ketupat, dijadikan simbul dalam interaksi sosial, menurut hemat penulis karena kita memahami bahwa untuk membuat ketuat melibatkan berbagai aspek, termasuk seni membuat slongsongnya dari janur (dau kelapa yang masih muda). Banyak upaya yang harus dikerahkan dalam membuat sebuah ketupat. Dan itulah sesungguhnya realitas hidup yang harus dihadapi oleh kita semua. Menghadapi hidangan ketupat, maka kita dihadapkan pada perenungan berbagai upaya yang telah dilakukan untuk membuat ketupat. Jika kita bisa mencontoh masyarakat Jepang dengan “Tea Ceremony” nya, maka dengan “Ketupat Ceremony” kita dapat mengambil hikmah yang luar biasa. 

Ketupat yang menggambarkan totalitas usaha untuk dapat menikmati hasil jerih payah usaha manusia, penamaan dengan suku terahir yang jatuh pada “pat” sering digunakan untuk rima dari kata lepat (salah), tentu saja ini tidak sekedar kebetulan, ketupat yang dalam bahsa Jawa sering dikatakan sebagai “kupat” (kulo lepat,, saya salah), adalah bentuk dari kesadaran akan fitrah manusia yang memang tidak pernah lepas dari kesalahan. Al Insanu mahalul khoto wal isyan, manusia tempatnya  salah dan khilaf.

Disitulah relevansinya, mengapa pada Idul Fitri, kita menggunakan simbul ketupat, atau kupat, untuk mengirimkan pesan dan mengingatkan, ingata kolektik, bahwa kulo lepat, saya bersalah, makanya kita mengucapkan “Mohon ma’af lahir bathin”. Berani merasa salah dan meminta maaf merupakan cerminan dari rendah hati, yang merupakan salah satu seorang hamba Allah Yang baik sebagaimana Allah nyatakan dalam firman-Nya : 

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Yang artinya : Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (Al-Furqon : 63). 

Sayur santen, lawuh ketupat, matur ngapunten, bilih kulo lepat. Taqobalallahu minna wa minkum taqobal ya kariem, minal 'aidin wal faizin, mohon maaf lahir batin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun