Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sekolah (PPPDB) Jangan Bersikap Konyol

20 Juni 2016   06:39 Diperbarui: 20 Juni 2016   07:55 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca berbagai tindakan pemenjaraan guru atas tuntutan orang tua yang tidak terima perlakuan masing-masing guru, beredar “himbauan” dari Bupati Purwakarta, yang intinya mereka yang “tidak mau dididik” sekolah, tidak masuk ke sekolah-sekolah negeri di Purwakarta, dan disarankan dididik sendiri oleh orang tuanya. Sepintas himbauan itu akan efektif bisa mencegah “orang tua-orang tua bermasalah” dengan “anak-anak bermasalahnya” masuk ke sekolah negeri, sehingga diharapkan “penyeretan guru ke penjara” oleh orang Tua murid juga dapat dicegah. 

Edaran Bupati Purwakarta itu pun menyebar di ranah publik, khususnya melalui sosial media. Sepanjang pengamatan penulis, edaran itu mendapat tanggapan sangat positif, dan belum ditemukan tanggapan negatifnya. Artinya, edaran itu benar-benar diterima oleh berbagai komunitas guru yang ada di sosial media. Bahkan sangat antusiasnya dukungan itu, sampai-sampai ada yang berani, mengupload foto dalam “suasana PPDB”. Penerimaan Peserta Didik Baru, dengan gambar Panitia PPDB, orang tua murid, dan calon peserta didik laki-laki berseragam sekolah (SMP) lengkap dengan tulisan profokatif, agar sekolah-sekolah tidak menerimanya sebagai peserta dididik dalam PPDB itu.

Menurut hemat penlis, tindakan seperti itu adalah tindakan konyol, sebab memang tidak menerima siswa tersebut, mungkin nantinya kejadian sebelumnya yang dilakukan oleh orang tuanya tidak terulang, tidak ada penyeretan guru ke penjara yang dilakukan oleh orang tua tersebut. Namun demikian, pelarangan atau penolakan anak tersebut di sekolah yang dia inginkan justru akan menyeret sekolah bersangkutan ke ranah hukum sejak awal. JIka tanpa alasan yang dapat diterima hukum atas penolakan siswa bersangkutan maka pasal tindakan deskriminatif dan perampasan hak-hak pendidikannya dapat dikenakan kepada sekolah, atau paling tidak kepada Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

Yang dimaksud dengan pengertian tindakan atau perbuatan Diskriminasi secara luas (gamblang) tercantum dalam ketentuan pasal 1 angka 3, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan bahwa Diskrimininasi adalah setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik,kelompok, golongan, status sosial,status ekonomi,jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan,pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya,dan aspek kehidupan lainnya.

JIka kita berempatik atas larangan itu, maka kita dapat merasa ketidak nyamanan dari tindakan memprofokasi agar “naka dari orang tua murid” itu tidak diterima di sekolah bersangkutan. Tindakan tidak menyenangkan ini dapat dituntut pidana  berdasarkan hukum pidana Pasal 335 ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:   (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah: 1.    barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; 2.    barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis. (2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena. Artinya orang tua murid bersangkutan dapat menyeret pihak-pihak terkait dengan menggunakan delik tersebut 

Untuk tindakan pencegahan terjadinya kasus berulang, maka ada baiknya sekolah membuat aturan sekolah, yang kemudian menjadi kesepakatan bersama antar sekolah dan semua orang tua murid (tidak hanya calon peserta didik itu sehingga tidak ada tindakan dikriminatif), termasuk dengan klausul yang mengatur bagaimana cara menyelesaikan masalah ketika suatu saat terjadi hal yang tidak diinginkan bersama. 

Dalam mengajukan “kesepakatan bersama” itu sekolah harus menekankan bahwa hal itu untuk keperluan bersama, sehingga proses pembelajaran nantinya berjalan nyaman. Pihak sekolah harus mensosialisasikan kepada seluruh guru dan warga sekolah untuk komitmen pada kesepakaatan bersama itu. Meski tidak diharapkan muncul masalah lagi, namun untuk mengantisipasinya Kesepakatan bersama tersebut harus mengatur cara penyelesaian masalah, dan sangat penulis sarankan cara penyelesaian masalah itu mengedepankan musyawarah sebagai nilai yang dijunjung tinggi di negara berpancasila ini. Musyawarah bisa berjenjang dari antara orang tua murid dengan sekolah (termasuk gurunya), kemudian antara orang tua, sekolah dan pihak komite (tripartid) yang dapat diwakili oleh tim penyelesaian masalah dari Komite sekolah. 

Terkait dengan tulisan di atas, maka pihak-pihak yang telah mengaupload “gambar” atau mengedarkannya segera untuk mengahus gambar provokatif itu, sebelum pihak orang tua menggunakan pasal tindakan tidak menyenangkan bagi dirinya. Mudah-mudahan ada manfaatnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun