Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Political Will Perlindungan Guru

6 Maret 2016   09:57 Diperbarui: 6 Maret 2016   10:06 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang tua saat ini , banyak yang tidak memposisikan sejajar dengan guru, sebagai pendidik. Mereka memposisikan sebagai pemilik barang antik (anak) yang tidak boleh disentuh. Jika berfikir sebagai pendidik, maka orangb tua akan memahami tindakan guru sebagai upaya mendidik anaknya supaya baik. Berbagai keluhan guru yang beredar di sosial media terkait dengan "urusan polisi" yang diadukan oleh orang tua murid berkenaan dengan upaya guru melakukan tindakan pendisiplinan siswa sungguh sangat meresahkan guru. 

Karena paradigmanya sebagai pemilik barang antik, maka ketiga guru mengusik anak tersebut dari zona nyamannya (melakaukan apapun sesuka hatinya), meski melanggar, maka orang tua terus mempermasalahkan secara berlebihan. Padahal jika orang tua justru memberi nasihat kepada anaknya atas apa yang dilakukan gurunya sebuah pendidikan dan anak harus mematuhinya, maka akan tumbuh sikap patuh dari anak kepada orang tuanya juga.

Apa yang dilakukan orang tua sekarang dengan langsung melakukan perlawanan kepada guru, maka jangan heran suatu saat anak itu melawan orang tuanya. Sebagai guru saya sering mengalami hal seperti itu,, misalnya anak diberi tugas presentasi, kemalasanan anak itu dilampiaskan dengan mengadu kepada orang tuanya sebagai suat hal yang memberatkannya, sehingga orang tua melapor ke kepala sekolah/yayasan, sehingg sebagai kepala sekolah mempermasalahakan hal itu kepada saya, padahal masalah presentasi, menurut teman-teman sekelasnya sudah biasa dilakukan di SMP.

Ternyata sampai giliran berahir anak tersebut tidak melakukan presentasi, dengan alasan yang dibuat-buat, setelah satu bulan, ketika gilirang paling ahir dia harus presentasi, alasannyany flash disc tertinggal di rumah, dia meminta izin pulang untuk mengambil, 2 jam pelajaran minta izin padahal rumahnya dekat, setelah kembali dengan hasil nihil dan dia kembali beralasan flash discnya dibawa ayahnya.

Satu hal yang perlu kita prihatin bersama, anak-anak bukan saja berani menambah-nambah untuk menutupi kesalahannya, tetapi juga berani "berdiusta" kepada orang tuanya untuk menutupi kesalahannya. Jika orang tua mau memposisikan sebagai pendidik juga, maka masalah anaknya dapat diselesaikan dengan guru sehingga ada perbaikan pada anak-anaknya.

Penulis pernah mengungkapkan kepada orang tua salah serang peserta didik yang penulis beri nilai tidak tuntas, secara jujur saya sampaikan, bahwa anaknya tidak tuntas karena ketangkap menyontek. dan ayahnya sangat welcome dengan langkah saya, kami sama-sama sepakat bahwa kejujuran sangat penting.

Ada peserta didik yang nilai sikapnya tidak tuntas karena selalu terlambat, dan tidak pernah mengikuti doa dan tadarus pagi, setelah diinformasikan kepada ibunya yang terjadi pada putranya, ternyata selama ini anak itu berbohong kalau sekolah dibumai 30 menit lebih lambat dari seharusnya.

Oleh karenanya sejak awal harus ada komitmen yang jelas antara sekolah dan orang tua murid. Kahadiran orang tua siswa ke sekolah untuk membuat komitmen sangat perlu, sehingga semua proses pendidikan yang disepakati bersama harus menjadi komitmen bersama. Sekolah dan orang tua harus punya komitmen bersama sebagai pendididik anaknya. Namun lagi-lagi sering yang datang ke sekolah adalah pembantunya atau tukang ojek yang dibayar. Masya Allah.

Oleh karena itu, harus ada political will yang melindungi para guru yang berupaya mencerdaskan kehidupan bangsa dalam makna yang luas. UU Perlindungan guru, yang memungkinkan guru memiliki otoritas dalam menjalankan pengabdiannya, terutaa terkait dengan Pengelolaan klass sehingga inovasi dan kreatifitasnya bisa ditransfer kepada peserta didiknya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun