Mohon tunggu...
Darwis Faisal Maulana
Darwis Faisal Maulana Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Darwis Faisal Maulana, bertempat tinggal di dusun krajan 1, RT 7, RW 1 Tegalsari Banyuwangi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percik Asa di Pelosok Senja

9 Agustus 2024   07:34 Diperbarui: 9 Agustus 2024   07:37 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar Ilutrasi DarwisFM/AI

"Bagaimana kalau kamu belajar pakai laptop ini?" tawar Pak Lurah, sambil tersenyum penuh pengharapan. "Kamu bisa bantu saya cari informasi tentang pertanian dan cara-cara modern mengolah hasil tani. Siapa tahu bisa berguna buat desa kita."

Mata Bimo bersinar seperti matahari yang baru terbit. "Boleh, Pak! Saya mau belajar!" jawabnya dengan semangat yang tak terbendung.

Hari-hari Bimo pun berubah. Setiap sore, setelah belajar di sekolah, ia bergegas menuju rumah Pak Lurah untuk mengeksplorasi dunia melalui layar laptop yang ajaib itu. Meskipun sinyal internet di desa lemah seperti angin semilir, Bimo tak pernah putus asa. Ia belajar mengetik, mencari informasi, bahkan menyusun laporan sederhana tentang apa yang ia pelajari. Pak Lurah sering memuji Bimo, semangat dan ketekunannya bagai embun yang menyegarkan pagi.

Namun, musim hujan tiba, membawa serta tantangan yang tak terduga. Hujan deras yang turun seperti air yang tumpah dari langit menyebabkan aliran listrik sering padam. Laptop Pak Lurah, yang bergantung pada listrik, menjadi tak lebih dari sekadar kotak tak berdaya. Kekecewaan menggantung di hati Bimo, tapi ia tidak menyerah. "Pasti ada cara lain untuk memajukan desa ini," gumamnya sambil memandang langit yang mendung.

Pada suatu malam yang penuh dengan kilat dan guntur, Bimo teringat pelajaran IPA di sekolah. Gurunya pernah bercerita tentang energi alternatif, seperti sebuah kisah ajaib dari negeri dongeng. "Mengapa tidak mencoba memanfaatkan sungai yang mengalir deras di dekat desa?" pikirnya. Keesokan harinya, Bimo pergi ke perpustakaan sekolah, yang meskipun kecil dan penuh debu, masih menyimpan beberapa buku tentang teknologi sederhana. Ia meminjam buku tentang pembuatan kincir air.

Selama berminggu-minggu, Bimo bekerja keras merancang kincir air sederhana di sungai yang berbisik lembut di telinga desanya. Awalnya, warga desa menertawakannya, menganggapnya seperti anak kecil yang sedang bermain-main dengan mimpi.

"Ah, anak kecil mau bikin apa sih?" ejek beberapa orang dengan suara yang bagai gemuruh di telinga Bimo. Namun, Bimo tak peduli. Dengan bantuan ayahnya, ia berhasil menyelesaikan kincir air tersebut. Aliran listrik yang dihasilkan memang kecil, seperti lilin yang menyala di tengah kegelapan, tapi cukup untuk menyalakan beberapa lampu dan laptop Pak Lurah.

Ketika kincir air Bimo mulai berputar, warga desa terpana. "Bimo ini anak ajaib!" seru mereka kagum, seakan-akan melihat sihir yang tak terduga. Perlahan-lahan, desa yang sebelumnya tenggelam dalam gelap gulita saat malam hari mulai diterangi oleh cahaya lembut dari lampu-lampu sederhana. Laptop Pak Lurah kembali bersuara, dan Bimo dengan bangga menunjukkan kepada warga cara-cara modern mengolah pertanian yang ia pelajari dari internet.

Pak Lurah, yang merasa bangga seperti burung yang terbang tinggi, mengajak seluruh warga berkumpul di balai desa. Di depan semua orang, Pak Lurah berkata, "Kita semua harus berterima kasih kepada Bimo. Dia tidak hanya membawa cahaya dalam arti yang sebenarnya, tapi juga harapan bagi masa depan desa kita."

Bimo hanya tersenyum malu, pipinya merona seperti mentari sore yang turun di ufuk barat. "Saya hanya ingin desa kita bisa maju, Pak. Biar kita nggak tertinggal jauh dari desa-desa lain," katanya dengan rendah hati.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, Bimo dihadapkan pada dilema yang tak pernah ia bayangkan. Suatu pagi, Bimo menerima surat yang dikirimkan oleh Pak Lurah dari anaknya di kota. Isinya adalah tawaran beasiswa dari sebuah sekolah teknologi di kota besar. Sekolah itu mendengar tentang prestasi Bimo yang berhasil membuat kincir air dan ingin memberinya kesempatan untuk belajar lebih dalam tentang teknologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun