Sistem dibuat pasti untuk seseorang. Seseorang itu bisa berupa perorangan ataupun perusahaan. Jika sistem dibuat hanya untuk membuktikan teknologi semata maka sifatnya tidak sustainable, artinya hanya keren-kerenan semata dan setelahnya menjadi barang rongsokan. Generasi Z sekarang ini yang telah menyelesaikan pendidikan kuliahnya banyak yang langsung membangun start-up. Start-up pada dasarnya adalah bisnis, yang menjadi pembeda antara bisnis dan start-up adalah di bagian penggunaan teknologinya. Kerap kali juga start-up disebut sebagai disrupsi yaitu perubahan dan inovasi secara besar-besaran, bahkan mampu menyelesaikan masalah pelanggan secara cepat dibandingkan solusi yang ditawarkan bisnis konvensional pada umumnya.
Perlu diketahui bahwa teknologi seyogyanya hanya sebuah tool yang digunakan untuk menjalankan bisnis, jadi tidak boleh diperlakukan sebaliknya. Analoginya seorang tukang bangunan yang telah memiliki keahlian dalam membangun rumah juga harus mengetahui bagaimana bentuk dan arsitektur dari rumah yang diinginkan, baru setelahnya tukang akan menggunakan alat-alatnya untuk membangun rumah tersebut. Bayangkan saja jika perlakuannya dibalik, tukang yang menentukan bentuk rumah si pemilik. Kira-kira cocok tidak?
Pengembangan sebuah sistem harus diawali dengan perencanaan yang matang. Analisa apa yang menjadi kebutuhan pengguna sistem, bahkan kadang harus perhatikan sampai kepada lingkungan kerja pengguna.
Jika pengguna sistem adalah orang kantoran dimana terdapat peraturan tidak boleh menggunakan handphone selama bekerja, maka sistem yang dibangun harus berbasis web atau desktop. Akan tetapi jika sistem dibuat untuk orang sales yang mobilitasnya tinggi, maka sistem lebih cocok berbasis apps.
Pemahaman terhadap kebutuhan pelanggan sangat memerlukan kemampuan komunikasi yang baik. Pelanggan terkadang menginginkan sesuatu tetapi tidak mampu mengutarakannya dengan kata-kata secara baik dan benar. Contohnya pelanggan hanya mengatakan ingin "memantau sales". Hanya ada dua kata, tetapi bisa menghasilkan arti lebih dari satu. Bisa jadi maksud memantau tersebut adalah memantau pencapaian omzet, atau memantau apakah sales benar-benar ada melakukan kunjungan ke tempat pelanggan.
Ketika terjadi dualisme seperti contoh tersebut, maka harus ada komunikasi lanjutan untuk memastikan keinginannya. Andaikata pelanggan masih belum mampu menjelaskan secara mendetail, maka boleh disajikan prototype. Prototype adalah model visual yang menjelaskan usability (kegunaan) sistem, karena terkadang kemampuan berekspresi seseorang adalah berbasis visual sehingga lebih efektif dengan menggunakan prototype. Pelanggan yang mampu menjelaskan kebutuhan terhadap sistem secara mendetail pun ada baiknya disajikan prototype sebagai konfirmasi final.
Setelah perencanaan selesai, tahapan berikutnya adalah pengembangan sistem dengan menggunakan bahasa pemrograman tertentu. Sekarang ini arsitektur sistem lebih banyak berbasis backend dan frontend, karena bisnis perlu berkolaborasi dengan pihak lain, bisa itu dengan dunia perbankan, payment gateway, atau sistem perusahaan lain.
Dengan arsitektur backend dan frontend ini, integrasi dengan menggunakan API menjadi lebih mudah dan cepat. Jika ingin memaksimalkan waktu, tim internal bisnis bisa memfokuskan diri hanya kepada pengembangan backend, dan untuk frontend bisa diserahkan kepada software house tertentu. Disarankan backend dipertanggungjawabkan oleh internal karena backend adalah inti dari proses bisnis, sedangkan frontend hanya masalah user interface.