Setiap kali seseorang memasuki satu perusahaan baru, Â akan muncul pemikiran bahwa ini adalah tempat kerja terakhir dia mengabdi. Tempat kerja terakhir yang akan dijadikan sebagai fokus utama dalam jangka waktu panjang. Seiring berjalannya waktu, mulai muncul suatu kejenuhan atau ketidakcocokan. Pemikiran awal mulai berubah menjadi tempat untuk mengambil gaji bulanan saja. Tiada lagi ambisi untuk memberikan kontribusi lebih dan merasa perusahaan lain lebih berprospek sehingga pencarian lowongan kerja ke perusahaan lain mulai dilakukan secara intens.
Pada dasarnya semua pekerjaan adalah sama. Ketika kita tidak mampu menempatkan diri dan mengkondisikannya, maka kita mulai menyalahkan lingkungan kerja. Tidak selalu lingkungan kerja yang salah, ada kalanya diri kita yang bermasalah, misalnya tidak mau berusaha lebih keras atau tidak memiliki kemampuan sama sekali. Konsep awal the right man on the right place pun mulai berubah menjadi the right man on the wrong place.Â
Lebih fatalnya lagi jika ada perselisihan dengan rekan kerja sementara pekerjaan tidak menjadi masalah. Hal sepele tetapi digeneralisasikan dan perusahaan yang disalahkan. Ini adalah keegoan yang sangat tidak benar. Tidak selamanya apa yang diinginkan dan diekspektasikan sesuai dengan kenyataan karena ini adalah dunia nyata, bukan dunia dongeng. Bisa jadi pemikiran kita yang tidak dewasa atau ketidakmampuan untuk beradaptasi yang menjadi masalah besar di dalam diri kita. Berpikir terbuka adalah kunci merealisasikan the right man on the right place .
Selain masalah tempat (place), waktu (time) juga merupakan variabel penting yang tidak boleh diabaikan. Sebijak apapun seorang atasan, tidak semua anggotanya memiliki kecocokan dengan dirinya. Walaupun sudah bersikap bijak dan selalu netral, ketidaksenangan atau ketidakcocokan selalu ada. Apa yang menjadi masalah sebenarnya untuk kondisi ini?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Penulis ingin memberikan ilustrasi berikut :
Pernahkah kita membenci seseorang yang baru kita kenal? Kesan pertama sudah langsung menilai bahwasanya orang tersebut sifatnya sombong dan tidak cocok dijadikan sebagai teman, apalagi rekan kerja. Namun ketika kita mengalami masalah, orang tersebut yang pertama kali menghampiri kita dan memberikan bantuan tanpa pamrih. Setelah kejadian tersebut, pemikiran langsung berubah dan menjadikan dirinya sebagai sahabat bahkan kita memberikan respek penuh kepadanya seumur hidup.
Kembali kepada pertanyaan diatas. Ketika kita merasa tidak cocok dengan atasan, jangan langsung mengambil tindakan untuk berhenti kerja selama tidak ada kejadian fatal yang terjadi antara diri kita dan atasan. Ini hanya masalah waktu. Setiap orang memiliki karakter masing-masing. Ketika waktu genting, disanalah kita bisa menilai seseorang yang sebenarnya. Jika atasan langsung mengambil tindakan tanpa pikir panjang, berarti dia adalah seorang leader sejati, kita seharusnya instropeksi dan bersyukur bisa mengenal atasan tersebut.Â
Sebagai manusia, kita harus berpikir dari dua sisi, yaitu sisi diri sendiri dan sisi orang lain. Tidak semua orang menyukai jus. Tidak semua orang menyukai olahraga. Tidak semua orang menyukai jalan-jalan. Tetapi semua orang pasti menyukai satu hal, yaitu bernapas. Setuju?
Jadi pemahaman kita mengenai "The Right Man On The Right Place At The Right Time" tidak boleh dijadikan formula mutlak dan memaksakan lingkungan berubah untuk kita. Kita yang harus berubah untuk beradaptasi dengan lingkungan. Masalah ketidaknyamanan atau tidak bahagia dengan adaptasi tersebut hanya masalah waktu. Ibarat sebuah roda, kadang diatas kadang dibawah.Â
Salam The Right Man.
Salam The Right Place.
Salam The Right Time.
Trust - Do - Feel - Learn
By: Darwin, S.Kom., M.Kom., CPS, CRSP, CH, BKP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H