"Inggih Pak" timpalku tanpa protes. Justru pikiranku sendiri yang bergulat seru. "Wih ... Motor di-standar dua bisa ambruk? Terombang-ambing macam apa pula yang bakal terjadi? Ombaknya pasti ganas betul!". Mendadak ngeri-waspada aku membayangkannya. Dewa Poseidon lagi ada gawe di Selat Bali apa ya? Tapi kalau dilihat, cuacanya sih bagus. Tanpa perintah, memoriku terpanggil. Teringat pengalaman sekian tahun lalu. Terbang-terbang di atas laut. Terbang-terbang di atas laut! Memang di design seperti itu. Keempat mesinnya punya daya dorong besar. Fast boat, bukan ferry.
Terompet 'sangkakala' buatan manusia --aku menjulukinya demikian-- berteriak lantang selantang-lantangnya. Dari lantai yang ku pijak, terasa getaran yang teredam baik. Rangkaian piston-piston mesin kapal 'dibangkitkan' dari tidurnya. Air laut sisi kapal, yang berdempetan dengan beton dermaga, tadinya biru tenang, berubah putih bergejolak. Kapal berangkat. Bermanuver perlahan diantara kapal-kapal lain. Lepas dari lalu-lintas pelabuhan, Kapten Kapal 'memecut sangar' mesin-mesin itu dengan menaikkan putaran baling-baling hingga capai kecepatan yang ditentukan.
Penumpang tak begitu banyak kala itu. Waktunya istirahat. Yang mana ku tau, seluruh armada kapal beserta pemangku otoritas pelabuhan dari tingkat A sampai Z, dihajar mati-matian 24/7 non-stop beberapa pekan lalu. Musim libur Hari Raya Idul Fitri. Sekarang bisa lah mereka tarik napas lega. Bersantai dulu barang sejenak.
Aku melenggang nyaman. Ku jelajahi area kapal dengan merdeka. Mencari sesuatu yang menarik mataku. Sambil sesekali duduk, menegak kopi susu dari termos yang ku bawa. Kopi ini habis? Selesai lah aku. Sumber tenaga ku dari situ. Bukan sembarang kopi. Kelewat spesifik.Â
Di Indonesia, sejauh ini, hanya ada 2 jenis yang cocok di badanku. Satu Bali, satu lagi Manado. Seteguk aja udah langsung melek dari ujung rambut ke ujung kaki. Macam Popeye makan sayur bayam. Mungkin ada yang sentimentil dengan ini. Menyerukan protes. Brand kopi ijo-ijo itu Mas? Yang harganya nyaris tembus ratusan ribu segelasnya? LEWAT! Berasa air doang. Trus yang dari daerah-daerah lain Mas? Tetep ngga ngangkat buat tuntutan badanku. Kalau kopi sachet Mas? Tolong lah ... Itu sirup, bukan kopi.
"Foto-foto buat apa Mas?" kalimat itu membuyarkan konsentrasiku. Seorang Bapak tertarik melihat tingkahku yang mungkin paling beda dari penumpang lain. Usianya mendekati senja. Rambut dan kumisnya memutih.
"Lagi belajar moto, Pak ... Hihihi" jawabku seadanya. Senyum polos dengan muka tanpa dosa. Meminimalisir pertanyaan lanjutan.
Reaksi Bapak ini, nyatanya di luar perkiraan. Mungkin ribuan jam terbang, dari banyak kota-kota Indonesia yang pernah ku jelajahi, baru kali ini aku bertemu spontanitas macam itu. "Bhaaaghuuuuusss ...!", kata Si Bapak. Seraya sodorkan kedua jempol tangan kanan-kirinya. Umbar senyum menyemangati. Pancaran matanya bersungguh-sungguh dengan apa yang diucapkannya.
"Matur nuwuuuun, Bapak"