Saya panik. Gelisah. Jalan kesana-kemari untuk tenangkan diri. Pukul 06.30 Wita. Menit demi menit terlewati, bukan menyibak, malah jauh lebih pekat. Gelombang kabut itu bergerak nyata. Memberangus pandangan hingga tertutup sempurna. Oh Tidak! Ibu penjaga tidak berani bersuara. Tau saya lagi mumet tahan kecewa. Memilih sibukkan diri di dapur.
Saya salah apa? Bertubi-tubi pertanyaan sahut-menyahut di kepala. Toh akhirnya saya mawas diri. Ini alam. Punya kuasanya sendiri. Saya balik ke restoran. Duduk lemas beberapa saat lamanya. Kembalikan mood yang ter-cek-ecek ambyaaaar.
"Ya udah lah... Ambil apa yang bisa di foto, jauh-jauh udah datang ke sini," sergah saya dalam hati. Menyaut kamera dari meja. Sotographer hindyil harus bisa liat celah dari sisi ketidak-sempurnaan --tsaaaahhh--.
Semesta Memang Sebercanda Itu
Jepret sana... Jepret sini. Klemar-klemer tiada gairah. Segala kembang lah dipotoin, aroma-aroma foto putus asa menyelubungi. Mati gaya sudah.
Peristiwa itu tidak akan pernah saya lupa. Saat saya bidik atap gazebo yang mana posisinya sedikit di bawah saya, tiba-tiba indikator kepekaan cahaya kamera mencolot jauh pindah posisi ke kanan.
"He .. Lho he... Ini cahaya apaan? Cahaya dari mana ini?" batin saya masih memejamkan kiri mata, sementara mata kanan ngintip lewat viewfinder kamera. Cahaya itu nyorot brutal dari sudut atas.