Memasuki area itu, spion kanan-kiri motor sengaja saya tekuk ke bawah. Sekadar antisipasi. Sungguh tak lucu bila ada yang 'numpang' di belakang jok. Ter-refleksi di salah satu kaca spion, "Baaaaa... Ciluuuuuuk". Nongol di depan aja gapapa, masih bisa ku terjang. Siapa tau bisa negosiasi tipis.
Meski lama, lepas juga saya dari kawasan itu. Deretan lampu rumah-rumah warga kembali terlihat. Gegap gempita hati ini menyambutnya. Aktivitas warga bermunculan dengan segala kemeriahannya, pasar pagi.
Jam dipergelangan tangan kiri menunjukkan pk. 05.10 Wita. Masih terkejar. Matahari terbit diperkirakan pk. 06.30 Wita. Pasar ini saya tandai sebagai check-point#1. Mlipir istirahat dulu kita. Nyeruput kopi dari termos yang saya bawa. Sekalian mesin motor ikut 'tarik napas', setelah dipacu sekian lama.
Aktivitas pasar jadi hiburan tersendiri bagi saya. Bak mobil-mobil pickup dipenuhi sayur-mayur segar. Ayam-ayam yang diikat dan digantung di jok motor. Bapak-bapak dan Ibu-ibu berseliweran. Gurat wajahnya sangat berkarakter, usia. Tubuh-tubuh yang dibalut pakaian berlapis tebal, area rambut yang berlindung dibalik topi kupluk.Â
Beberapa dari mereka ada yang memakai jaket dengan kerah berbulu macam di Russia. Ya iya lah... Ini Kintamani Bung, dinginnya ampun. Terlebih sepagi buta seperti ini. Lembang Bandung kalah jauh.
Dirasa cukup, kita lanjut lagi --yooook bisa yoooookkk--. Dari check-point#1 masih ke atas sekitar 45 menitan.
Tikungan itu jadi parameter saya. Berupa lembah di sisi kanan. Area bawahnya dipenuhi rumah lampu-lampu warga. Bagus! Kondisi cuaca sempurna! Tak ada kabut. Saya menengadah, taburan bintang-bintang terhampar menawan meramaikan cakrawala. Sip! Ngga mendung juga.Â
Kali ini saya dapat restu sang pemilik kuasa, gumam saya. Tubuh terasa ringan dengan perasaan membuncah. Dibalik kaca helm, ada senyum yang tersungging sepanjang jalan.
Permukaan jalan kembali menanjak. Satu kawasan hutan lagi yang mesti dilewati. Tapi saya tidak begitu khawatir. Meliuk-liuk cantik menuruni lereng gunung. Sebelah kiri tebing, sementara sisi kanan jurang yang dipagari pohon-pohon besar megah.
Sejumawa-jumawanya saya, akhirnya sadar juga, "Bentar... Ini perasaan --lereng gunungnya-- ngga sepanjang ini deh. Dari tadi kok ngga nyampe-nyampe bawah? Tekuk kanan-kiri turunan tajam, tekuk kanan-kiri turunan tajam melulu, ngga habis-habis".