Sebelum berangkat ke Air Terjun Tibumana, saya sudah melakukan 'pemetaan'. Adakah air terjun lain yang jaraknya berdekatan, ternyata ada, yakni Tukad Cepung.
Dari air terjun Tibumana ke Tukad Cepung, berdasarkan perhitungan Google Maps, hanya terpaut 30 menit saja. 'Tukad' dalam bahasa Bali artinya 'sungai'. Kalau diterjemahkan orang awam seperti saya jadi, “Air Terjun Sungai Cepung”.
Ruas Jalan Memasuki Kawasan Pegunungan / dap
Selama perjalanan singkat itu pemandangan terkesan biasa saja. Cenderung banyak bangunan modern karena agak masuk kota Bangli. Lepas dari kota, lanskapnya berganti pegunungan. Banyak perbaikan jalan dan kerikil di sana. Jadi mesti waspada. Salah nge-rem bisa celaka.
Air terjun Tukad Cepung berada di Banjar Penida Kelod, Tembuku, Bangli. Setiba di loket, saya tidak diberi tiket. Kebetulan yang jaga anak-anak muda. Mereka bilang sistem pembayarannya metode 'se-ikhlas-nya' atau 'sak-welas-e' kalau dalam bahasa Jawa. Saya lantas menyerahkan selembar uang Rp 10 ribu. Sama halnya dengan air terjun lain. Tempat wisata air terjun Tukad Cepung juga tutup pk 17.00 Wita.
Saya mulai menyusuri titian anak tangga yang berkelok. Ada dua warung yang buka di sana. Lahan atas dan bawah. Warungnya sederhana. Berukuran sekitar 3 meter x 4 meter. Menjual kopi, teh, mie instan dan aneka camilan ringan.
Jalan Setapak Samping Aliran Air / dap
Fotoan Dulu di Jembatan Kayu / dap
Usai melewati rangkaian anak tangga, perjalanan berubah menjadi jalan setapak. Menyusuri aliran air jernih, satu jembatan dan kemudian masuk ke tengah hutan. Sampai sana, saya belum mendengar suara air terjun. Yang ada justru suasana hening senyap. Kanan-kiri pepohonan lebat. Agak gelap karena sinar mentari terhalang pepohonan rindang.
Jalan Setapak Menuju Hutan / dap
Di tengah hutan itu, nanti kita bertemu turunan anak tangga lagi. Tidak terlalu jauh. Lantainya berupa tanah padat campur tanah liat. Sedikit basah karena lembab. Sudut kemiringannya curam dan berkelok. Tak berani saya turun tanpa berpegangan tangan. Takut tergelincir.
Entah Kenapa Kamera Tidak Fokus / dap
Bagai Masuk Dunia 'Narnia'
Selanjutnya kita disambut dua buah tebing. Hanya saja, di tengah jalur, ada bongkahan batu alam berukuran besar. Besarnya kurang lebih se-ban traktor. Besar sekali. Tumbuhan lumut berwarna hijau menutupi sebagian batu besar itu.
Kita Harus 'Nyempil' di Bebatuan Itu Untuk Dapat Melanjutkan Perjalanan / dap
Lantas bagaimana cara melewatinya? Nyempil. Ada celah kecil diantara tebing dan batu besar itu. Berbahagia lah mereka yang bertubuh langsing (
no hurt feeling, but it's true).
Lorong Lembah Sisi Kiri / dap
Berhasil keluar dari celah sempit itu ... Saya melongo ... Badan seolah enggan bergerak. Mematung. Kehabisan kata-kata.
Saya Termangu Akan Keindahan Alamnya / dap
Jalur terpecah menjadi dua, kanan dan kiri. Sebelah kiri adalah lembah. Panjang sekali jalurnya. Entah sampai mana. Saya tidak berusaha mencari tau lantaran keterbatasan waktu.
Lorong Lembah yang Panjang. Entah Menuju ke Mana / dap
Kedua sisi tebingnya tertutup sempurna oleh tanaman rambat dan lumut. Tinggi lembah itu kurang lebih setara bangunan tingkat dua atau tiga. Bagian dasarnya merupakan jalur aliran air sungai yang jernih dan jinak. Tidak deras.
Tempat Sembahyang Umat Hindu yang Masuk Sedikit ke Dalam Gua / dap
Di sebelah kiri itu juga ada tempat khusus sembahyang. Tempatnya masuk sedikit ke dalam gua. Tinggi gua sekitar 10 meter. Daerah sakral. Amat terasa daya magisnya. Wanita sedang 'berhalangan' dilarang masuk area itu.
Lorong Gua Menuju Air Terjun Tukad Cepung / dap
Untuk menuju air terjun Tukad Cepung, kita ke kanan melalui aliran sungai. Ada lorong gua di sana. Langit-langitnya tinggi sekali. Teramat tinggi. Sampai mendongak saya melihat ujung atasnya. Permukaan gua itu memiliki tekstur rata bergurat.
Manusia berdiri di sana terlihat kecil. Tidak ada apa-apanya. Sekeliling alam bagai hidup. Punya nyawa. Menyaksikan segala gerak-gerik kita dari atas. Kesannya sudah seperti di film fantasi 'Narnia' saja. Setidaknya itu lah yang saya rasakan. Maka tak berlebihan di pos loket tadi, saya baca, ada salah satu poin aturan berkunjung, “DILARANG (KERAS) berkata kotor”. Melontarkan bahasa jorok, sumpah serapah atau misuh, juga termasuk dalam poin itu.
Halang Rintang Lain Berupa Bebatuan. Kita Harus 'menyusup' ke Celah Sempit Itu / dap
Usai melewati lorong gua, kita tiba di lembah (lagi). Bongkah bebatuan besar kembali menghadang. Lagi-lagi kita harus nyempil di celah sempit itu. Postur badan saya yang normal dan membawa tas ransel saja, terhimpit. Kedua bahu saya kudu dimajukan dan tangan agak ditekuk dulu biar bisa lewat.
Tiada Hentinya Saya Mangap-mangap Melongo Akan Keindahan Tempatnya / dap
Sinar matahari yang sedikit terhalang pepohonan di atas menghasilkan efek sorot cahaya yang cantik. Kalau kamu cukup berani, bebatuan besar itu bisa dinaiki. Untuk keperluan foto-foto. Tapi siapa pun yang naik ke batu itu harus waspada. Karena permukaannya sedikit tertutup lumut. Jangan sampai tergelincir. Karena tidak ada benda apapun yang bisa dipegang. Tingginya pun lumayan.
Batu Sebelah Kanan Paling Besar Itu Bisa Dinaiki Untuk Keperluan Foto-foto. Tapi Hati-hati Karena Ada Lumut. Permukaannya Licin / dap
Setelah melewati bebatuan besar itu, ada lorong gua lagi. Di sana lah Air Terjun Tukad Cepung berada. Debit airnya jinak. Tidak bisa berenang di sana. Sekedar berbasah-basah ria saja. Kamu bisa berdiri di bawah air terjunnya persis. Berfoto ganteng dan secantik mungkin.
Selamat Datang di Air Terjun Tukad Cepung / dap
Saya betah berdiam diri di sana. Mengambil banyak foto serta mengamati perilaku para turis yang berdatangan. Baik asing maupun domestik. Komposisinya 90% bule, 10% lokal.
“Do you take time lapse?” tanya seorang cewek abegeh bule, membuyarkan lamunan saya. Wajahnya Asia namun berpostur tinggi-padat layaknya orang Eropa. Mungkin dia penasaran dengan saya. Ngapain berdiri lama, tripod dan kamera sudah siap, tapi tidak kunjung ambil foto.
“No I am not taking time lapse. Just photos. I am waiting until that area clear from tourist,” kata saya menjelaskan.
Kami sempat berkenalan. Jennifer namanya. Tangannya aluuuus(halaaahhhh:p). Apa yang terjadi selanjutnya, rahasia. Pokoknya berkesan. Huehuehue.
Hari telah sore. Saatnya saya berkemas dan kembali pulang. Berkunjung ke Air Terjun Tukad Cepung rasanya tidak cukup sekali. Seriusan. Jauh lebih indah kalau kamu datang dan menyaksikan dengan kedua mata sendiri. Suasananya masih alami. Kamu akan terkesan dengan lorong lembah dan gua-nya yang fantastis itu.
Sewaktu menaiki rakaian anak tangga lagi, saya ngos-ngosan. Perasaan tadi gak begitu capek turunnya. Saya amati, ternyata tingginya dua jengkal tangan orang dewasa. Oalah ...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Lihat Travel Story Selengkapnya