Mohon tunggu...
darwinarya
darwinarya Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Photographer Specialized Hotels and Resorts

Travel Enthusiast. Hospitality Photography Junkie

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Nusa Lembongan yang Cantiknya 'Gak Wajar' (2)

5 Mei 2017   13:07 Diperbarui: 6 Mei 2017   10:08 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal yang saya tumpangi tiba di Pelabuhan Mushroom Nusa Lembongan, Kamis (27/4) pagi / dap

Nyaris tak ada mobil pribadi di Nusa Lembongan. Yang ramai adalah motor sewaan yang ditunggangi bule-bule dan mobil pengangkut penumpang. Motornya jangan dikira keluaran terbaru atau kinyis-kinyis. Paling tidak bisa jalan dan ngerem. Ngerem nya pun agak 'ngotot' dikit. Mungkin karena di sana juga tidak ada bengkel resmi, jadi sulit untuk perawatan. SPBU pun tak ada. Yang ada 'Pertamini' punya.

Bentuk mobil penumpang di Nusa Lembongan / dap
Bentuk mobil penumpang di Nusa Lembongan / dap
Mobil penumpang berasal dari mobil carry bak terbuka. Kemudian oleh pemilik dimodifikasi sedemikian rupa. Dikasih bangku memanjang pada bak belakangnya. Duduknya mirip mobil petugas keamanan. Atasnya dikasih penutup semacam terpal agar penumpang tidak kepanasan maupun kehujanan. Mobil itu sekali angkut bisa membawa sekitar 12 orang. Sepuluh di belakang (maksimal) dan dua orang di jok depan samping pengemudi.

Selain mobil carry, ada pula mobil buggy yang biasa dipakai di lapangan golf. Mobil ini memiliki kapasitas penumpang jauh lebih sedikit ketimbang mobil carry. Sumber tenaga penggeraknya berasal dari baterai. Jadi biayanya lebih mahal.

Payung Warna-warni dan Pesona Jungut Beach

Ada waktu sedikit buat 'kabur' dari tugas liputan. Saya memutuskan pergi ke pantai Jungut Batu yang berfungsi juga sebagai pelabuhan. Jarak antara Mushroom Beach ke Jungut Batu Beach tidak begitu jauh. Sekitar 15 menit ditempuh dengan motor.

Dalam perjalanan menuju Jungut Batu itu saya menemukan suatu lahan yang difungsikan sebagai makam penduduk setempat. Jumlah makamnya mencapai belasan hingga puluhan. Yang membuat saya tertarik adalah, tepat di atas batu nisan tersebut ditancapkan payung. Satu makam, satu payung. Satu payung dengan yang lain warnanya berbeda-beda. Berdasarkan informasi yang saya peroleh, peletakan payung-payung itu diyakini masyarakat agar kepala almarhum tidak kepanasan maupun kehujanan. Tadinya saya sempat berhenti untuk mengambil gambar. Tapi akhirnya saya hapus karena beberapa alasan.

Pelabuhan atau pantai Jungut Batu dilihat dari atas / dap
Pelabuhan atau pantai Jungut Batu dilihat dari atas / dap
Beberapa meter menelusuri jalan utama, saya berada di titik puncak dengan pemandangan yang amat sangat gila pesona keindahannya (menurut saya). Banyak objek menarik dalam satu frame foto. Dari tebing itu kita bisa melihat luasnya cakrawala yang dihiasi birunya langit. Kemudian ada degradasi warna putih, biru kehijauan pesisir pantai dan birunya laut dalam. Tidak hanya itu, ada deretan rumah penduduk dengan atap berwarna cokelat kemerahan dan satu akses jalan lurus nan panjang yang dilewati kendaraan bermotor.

Banyak turis asing yang berhenti sejenak untuk mengambil foto di spot ini. Namun perlu waspada. Di titik itu kontur jalannya curam patah. Jadi jangan taruh kendaraan sembarangan karena akan menghalangi lalu-lalang mobil maupun motor. Seorang turis Asia sempat diteriaki bule naik mobil gegara nyebrang kelewat santai. “Oh My GOD!” hardiknya kencang.

Pantai Jungut Batu Nusa Lembongan. Konon katanya, penginapan di belakang saya itu harga permalamnya cukup 'fantastis' / dap
Pantai Jungut Batu Nusa Lembongan. Konon katanya, penginapan di belakang saya itu harga permalamnya cukup 'fantastis' / dap
Tiba lah saya di Pantai Jungut Batu. Ada deretan warung makan, cafe hingga penyewa jasa snorkeling di sana. Suasananya indah dan kalem. Berjalan-jalan sebentar di tepi pantai, saya tidak ditawari apapun. Mungkin karena wajah saya yang kurang menjanjikan buat ditawari sesuatu (hehehe).

Memasuki kawasan ini pun tidak dikenakan biaya parkir atau tiket masuk. Gratis, tis, tis. Mantep toh? Butiran pasirnya berwarna putih bersih. Nyaris tak ada sampah. Kalau toh pun ada, paling juga rerumputan yang terbawa arus ombak.

Karena masih ada tugas yang harus dikerjakan (liputan), saya memutuskan untuk balik kanan. Esoknya saya jalan-jalan seharian penuh. Mulai dari pagi sampai sore sih, lebih tepatnya. Seperti apa cerita perjalanan saya? To be continued yaaaaak ...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun