“Coba angkat tangan, siapa aja di ruangan ini yang bawa kamera?” tanya Alexander Thian kepada 30-an peserta Kompasiana BlogShop Photography di ruang meeting Samara#1 Ibis Styles Bali Petitenget Hotel, Sabtu (14/1) siang lalu. (Baca juga artikel sebelumnya: “Warna-warni Ceria Ibis Styles Bali Petitenget Hotel")
“Kalau handphone termasuk enggak, Mas?” tanya saya polos memecah keheningan saat itu.
“Itu bukan kamera, Mas, tapi kamera handphone namanya” jawabnya datar.
MakJleb!
Tanpa membuang waktu, pria berkacamata itu langsung tancap gas. Memulai materi tentang dunia fotografi.
Masalahnya adalah, sebagian besar yang diomongin itu berbau teknis. Teknis nya ‘tuh bener-bener teknis (pake banget). Saya yang hanya bermodal handphone dan kamera aksi, dibuat kelabakan. Ujung-ujungnya ya … garuk-garuk kepala.
Memotret, kata Alex --sapaan akrabnya--, sama saja seperti melukis. Tidak memakai cat warna, melainkan cahaya dan bayangan.
Pembahasan pertama dibuka dengan pengertian segitiga exposure, meliputi: aperture, shutter speed dan ISO. Ketiganya berkaitan dengan pengaturan cahaya.
Aperture (berlambang: ‘f’) adalah bukaan. Berfungsi untuk mengatur seberapa banyak cahaya yang masuk ke dalam lensa dan sensor. Aperture bisa diibaratkan seperti mata kucing.
Mata kucing kalau di malam hari, pupilnya terlihat bulat besar. Sementara di siang hari, pupilnya akan merapat. Hal itu terjadi karena di siang hari kita tidak membutuhkan bukaan besar untuk melihat cahaya. Apabila kita ingin memotret di siang hari, biasanya aperture di set ke angka kecil. Semakin sedikit cahaya yang masuk, ruang tajamnya akan makin besar.
Aperture kecil akan menghasilkan foto tajam, dari depan sampai ke belakang. Sebaliknya, aperture besar akan menghasilkan foto yang fokus pada area foreground (bagian depan) dan nge-blur dibagian tengah serta belakang.
Shutter Speed (berlambang: ‘S’) adalah lama bukaan shutter hingga cahaya mengenai sensor. Untuk dapat menangkap objek bergerak --mobil misalnya-- terlihat diam (freeze), kita bisa memakai shutter speed tinggi. Sementara ISO, semakin besar nilainya, maka semakin besar pula sensitifitas cahayanya. Adapun exposure mode (P, S, A, M) kamera, pria bertattoo pada lengan kanannya ini cenderung memilih setelan ‘A’ (aperture - priority auto).
“Jangan mau ribet di jaman teknologi yang canggih ini,” ucap pengguna kamera Olympus OMD EM5 Mark II ini.
Lebih lanjut, pria kelahiran Pontianak KalBar ini mengatakan, bahwa fotografi tidak lah sulit. Hanya perlu banyak praktik. Sama halnya dengan prinsip menulis. Semakin banyak menulis, semakin ahli kita jadinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H