"Ayah, ayo makan dulu, yah," ujar Ni Nengah Sudartini. Suaranya terdengar lembut tapi cukup tegas.
Mendengar hal itu, tanpa dikomando, saya dan Mas Agung Soni langsung pamit pulang. Tapi, sebelum undur diri, saya sempat memperhatikan alat makan yang dibawakan oleh sang istri. Bukan piring pecah belah berbahan keramik, maupun plastik. Kalian tau tempat kobokan air buat cuci tangan sehabis makan di restoran atau tempat makan? Nah, itulah yang dipakai Bli Tawan sebagai piring. Bahannya terbuat dari besi. Hanya saja ukurannya agak besar. Itupun kondisinya penyok sana-sini.
Istri Bli Tawan pintar. Dia tidak memperlihatkan menu atau makanan macam apa yang dihidangkan kepada suami tercinta. Bagian atasnya ditutup piring lain. Cukup! Jangan dibuka penutupnya. Saya tidak ingin lihat. Kisah pilu ini sudah cukup meneror saya.
Saya dan Mas Agung Soni lantas pamit. Berjalan menuju kendaraan. Dalam perjalanan pulang balik ke Denpasar, saya dan Mas Soni tak banyak bicara. Apa yang baru saja kami saksikan, terlalu pedih untuk dituangkan ke dalam tulisan.
Sampai detik ini, hingga artikel ini selesai dibuat, saya tak bisa melupakan bagaimana cara Bli Tawan tersenyum tulus kepada banyak orang. Bagaimana bahasa tubuhnya berbicara. Menghantui saya tiap malam. Tiap mengingat sosok seorang insan bernama lengkap I Wayan Sumardana. Bli Tawan orangnya polos. Asik diajak ngobrol. Kalian pasti betah berlama-lama habiskan waktu sekedar sharing bersamanya. Pembawaannya santai, tidak kaku.
Suatu hari nanti, saya akan menceritakan kisah ini kepada anak saya, "Nak, dulu, jaman Papamu muda dulu, ada seorang super hero keren asal Karangasem, Bali. Banyak orang memanggilnya, Tawan "IronMan". Dia memang tidak bisa terbang tinggi seperti Tony Stark. Tapi menurut Papa, dia luar biasa hebat. Berhati baja, pantang menyerah. Berbuat baik kepada semua orang walau banyak yang mengolok-oloknya. Kamu tau kenapa dia diejek? Karena dia terlalu pintar."
Â
Netizen Gagal Paham
[caption caption="Tawan "IronMan" Bali Tengah Memberi Penjelasan Cara Kerja Alatnya Kepada Wartawan, Minggu (24/1) Siang"]
Gencarnya pemberitaan media diikuti berbagai pertanyaan para dosen dan pakar ahli membuat iklim jagat maya kian memanas. Berbagai komentar mengalir deras. Ada yang pro, ada pula yang kontra.
Baik Pro maupun kontra adalah hal yang wajar terjadi, tapi mengkritiknya itu jangan sampai kebablasan sampai lupa daratan. Pakai acara menghujat, mengolok-olok atau bahkan mencaci-maki lah. Apa yang kalian (netizen pem-bully) harapkan dari alat Tawan? Bisa bergerak patah-patah seperti robot canggih bikinan Honda Jepang? Seperti itukah bayangan kalian? Ya enggak lah. Imajinasi kalian ketinggian, Bro!
Ilmu rangkaiannya aja didapat dari artikel di internet, dipelajari secara otodidak, itupun Tawan ngga pernah mengenyam pendidikan lanjutan spesialis robotika atau elektronika. Hanya dikira-kira memakai ilmu dasar SMK yang dia punya. Komponennya juga berasal dari barang rongsok. Mana bisa bikin alat secanggih yang kalian bayangkan?
"Saya ini orang bodoh, Mas. Kalau ada salah atau kekurangan, tolong dibantu," katanya ketika saya dan Mas Agung Soni berkunjung ke bengkel las Tawan, Minggu (24/1) lalu, "Tolong bawakan alat itu (yang dimaksud pakar ahli) biar alat saya bekerja lebih sempurna."