Namun sayang, sewaktu kami berkunjung, alat itu sedang rusak lantaran terkena air hujan. Tau sendiri kan, alat sederhana bikinan Tawan banyak komponen yang serba telanjang? Menurut pengakuannya, paling tidak, ia membutuhkan waktu tiga bulan memperbaikinya.
[caption caption="Skema Elektronik Lie Detector"]
Di sela penjelasan serba teknis itu, Tawan memperlihatkan skema elektronik yang ia gambar pada sebuah buku kepada media. Gambar tersebut adalah skema rangkaian Lie Detector yang ia peroleh dari internet.
"Saya ngga bisa bahasa Inggris, jadi hanya ambil (materi) berbahasa Indonesia," ucapnya polos.
Nantinya, materi tersebut, ia pelajari lagi dan kemudian dipraktekkannya.
Selama eksperimen, ia dibantu sang istri, Ni Nengah Sudiartini (29). Hasilnya tidak selalu mulus. Perlu berulang kali penyesuaian hingga menurutnya bekerja dengan baik.
[caption caption="Baterai Lithium Untuk Sensor Kepala"]
Sensor di kepalanya memakai sumber tenaga baterai Lithium. Satu baterai utama, satu lagi dibuat cadangan. Sementara motor penggerak menggunakan aki kering.
Lantas, bagaimana cara alat ini bekerja? Sederhana. Karena yang dipakai adalah Lie Detektor, ia harus berbohong agar alat bantu robotik ciptaannya bisa bergerak. Memanipulasi otaknya, memikirkan rasa manis padahal kenyataannya pahit.
Kebohongannya itu lantas ditangkap oleh sensor di kepala. Kemudian diteruskan ke motor penggerak.
"Kalau Pak Dosen bilang harus begini, pakai komponen ini itu, saya ngga bisa. Tambah pusing saya. Lagian, mana ada biaya untuk membeli alat-alat itu?" tukasnya.